| |
| |
| |
24
Saddam
Ramsey Clark, mantan Attorney General (Menteri Kehakiman) Presiden Lyndon B. Johnson memang sosok pribadi yang unik. Ia pergi ke Baghdad pada saat terjadinya pemboman besar-besaran oleh AS di bulan Februari 1991. Ia sangat terkejut melihat perbuatan yang sedang dilakukan negerinya di Irak, sehingga di dalam pesawat yang membawanya pulang ia menulis surat-surat berterakan ‘segera’ kepada Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa, Xavier Perez de Cuellar, dan kepada Presiden George Bush, mendesak mereka agar segera menghentikan pemboman kota-kota dan penduduk Irak serta membatasi serangannya hanya kepada sasaran militer. Kepada Cuellar ia memohon, ‘Perserikatan Bangsa-Bangsa tidak boleh menjadi pelengkap kejahatan perang.’ Permohonan Clark jatuh ke telinga yang tuli, tidak seorang pun bersedia mendengarkan.
Oleh sebab itu, ia menyusun 19 tuduhan Kejahatan terhadap Perdamaian, kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan yang dilakukan Pemerintah AS dan Bush senior, ‘semuanya berdasarkan bukti yang sudah tersedia sesuai dengan undang-undang internasional yang berkenaan dengan kejahatan terhadap perdamaian dan kejahatan perang,’ demikian ditulisnya dalam ‘The Fire this Time’ (Thunder's Mouth Press, New York, 1992).
| |
| |
Undang-undang itu mencakup Konvensi Jenewa, Konvensi Den Haag dan Piagam Nuremberg. Ramsey Clark menjadi penting dalam pembentukan Commission of Inquiry (Komisi Penyelidik) untuk Pengadilan Penjahat Perang Internasional. Setahun setelah berakhirnya pemboman besar-besaran atas Irak oleh AS, 22 hakim dari 18 negara menyatakan Amerika Serikat dan pejabat terasnya bersalah atas kesembilan belas tuduhan kejahatan perang tersebut. Clark menambahkan bahwa media AS mengabaikan peristiwa bersejarah ini.
Clark selanjutnya menulis di tahun 1992, bahwa ia mengharapkan kebenaran akan muncul sejak sejumlah besar bahan dan informasi tak diragukan lagi akan mudah diperoleh di tahun-tahun berikutnya. Pengadilan Clark ini menunjukkan dengan sangat jelas betapa Washington telah melanggar baik Undang-Undang AS maupun Piagam PBB, yang keduanya memuat hukum dan peraturan internasional yang berkenaan dengan kejahatan perang. Kemudian ada pengamatan tajam yang lain. Clark menunjukkan bahwa dengan tidak berdayanya media di AS menyajikan informasi yang cukup bagi pembacanya, unsur penting dari sebuah demokrasi agar dapat berjalan dengan baik juga telah dilanggar hak asasinya. Bagaimana kita dapat mencegah tragedi di masa depan, seperti di Irak, apabila opini publik dengan sengaja ditangkal dari informasi yang berkaitan dengan masalah itu, seperti yang dikumpulkan Clark dan kawan-kawannya. Sebenarnya, kenyataannya mungkin lebih buruk lagi. Kembali ke tahun 1977, ‘New York Times’ menerbitkan berita tiga halaman penuh dengan rincian, lengkap dengan nama dari ratusan wartawan dan komentator AS yang terdaftar sebagai penerima gaji dari CIA.
| |
| |
Mantan Menteri Kehakiman AS juga menyajikan beberapa fakta sejarah yang relevan, pertama-tama mengenai peristiwa Irak. Pada tahun 1921, Sir Percy Cox dari British Colonial Office menarik garis pada peta yang memisahkan Kuwait dari Irak, yang sejak dahulu menjadi bagian dari Provinsi Basra. Dengan demikian Irak kehilangan akses ke Teluk Persia. Di tahun 1963, CIA mendukung penggulingan Jenderal Abdel Karim Kassem. Tahun 1972 Irak menjadikan industri minyaknya milik negara. Sehari sebelumnya, Nixon dan Kissinger berkomplot dengan Shah Iran untuk menpersenjatai kaum Irak Kurdi. Di tahun 1975, Wakil Presiden Saddam Hussein dan Shah Iran bersepakat di Aljazair. Tahun 1979 Shah Iran dijatuhkan. Tahun 1982, sementara Irak dan Iran sedang berperang, Baghdad dicoret namanya dari daftar bangsa penteror. Pada tahun 1984 Washington memulihkan hubungan diplomatiknya dengan Irak. Reagan setuju berbagi intelijen sangat rahasia dengan Saddam.
Pada tahun 1987, Jenderal Norman Schwarzkopf, yang mendirikan SAVAK, polisi rahasia untuk Shah Iran, ditunjuk sebagai Komandan CENTO (Central Command for the Middle East, Pusat Komando untuk Timur Tengah). AS mulai membom anjungan minyak Iran di laut. Dengan bantuan nasihat, sumber daya manusia, intelijen, pinjaman, dan sering juga senjata dari AS, Kuwait, Arab Saudi, Jordania, Inggris, Prancis, dan Jerman Barat, Irak berhasil mengalahkan Iran. Pada tahun 1989 Washington mulai merumuskan rencana perang 1002 untuk menandingi ancaman Soviet ke Teluk. Irak dianggap berteman dengan Moskow, sehingga ia merupakan ancaman bagi Teluk. Kajian ini segera diubah menjadi Rencana Perang 1002-90. Di bulan Januari 1990, markas besar CENTOM menampilkan permainan komputer yang disebut
| |
| |
Internal Look, untuk menguji Rencana Perang 1002-90 ini. Bulan Februari 1990, Jenderal Schwarzkopf bersaksi di hadapan Senat, bahwa Irak telah menjadi ancaman. Bulan Mei 1990, Saddam menuduh negara-negara Arab lainnya dalam suatu konferensi darurat tingkat tinggi negara-negara Arab di Baghdad telah melakukan perang ekonomi terhadap Irak. Washington sudah menggerakkan ‘sekutu-sekutu’ Arabnya untuk menentang Saddam. Di bulan Juli 1990, Saddam menuduh Kuwait berkomplot untuk menghancurkan perekonomian Irak. Pasukan Irak segera dikerahkan di sekitar Kuwait.
Tanggal 2 Agustus 1990, Irak pun menyerbu Kuwait. Tanggal 12 Agustus 1990, menyusul kehebohan internasional tentang penyerbuan Irak ini, Baghdad mengusulkan akan menarik pasukannya dari Kuwait dengan syarat Israel mundur dari daerah yang didudukinya. Bukan Israel tetapi AS yang menolak usulan Saddam. Tanggal 8 November 1990, Presiden Bush senior mengubah penempatan 400.000 anggota pasukan di Teluk, dari bertahan menjadi menyerang. Tanggal 29 November 1990, Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa menerbitkan Resolusi 678 yang memberikan wewenang bagi kekuatan militer untuk mengusir Irak dari Kuwait apabila Saddam tidak meninggalkan negara ini sebelum tanggal 15 Januari 1991. Tanggal 9 Januari 1991, James Baker menyerahkan surat dari Bush kepada Menteri Luar Negeri Tariq Azis, bahwa Irak akan dihancurkan apabila Saddam tidak meninggalkan Kuwait. Namun Azis tidak menerima surat itu. Tanggal 17 Januari 1991, Washington mulai menyerang Irak dari udara yang berlangsung selama 42 hari dengan rata-rata 2.000 pesawat per hari. Pada tanggal 13 Februari 1991 AS menewaskan 1.500 penduduk sipil ketika tembakannya
| |
| |
mengenai tempat perlindungan terhadap bom di Baghdad. Tanggal 15 Februari 1991, dalam pidatonya di perusahaan Raytheon, pabrik pembuat peluru kendali Patriot, Bush mendesak rakyat Irak agar menggulingkan Saddam. Tanggal 21 Februari 1991, usaha menengahi perselisihan yang dilakukan oleh Mikhail Gorbachev membuahkan hasil. Irak sepakat akan mundur dari Kuwait sepenuhnya dan tanpa syarat. Keesokan harinya, tanggal 23 Februari 1991, Bush memerintahkan agar mulai melakukan penyerangan di darat. Irak kehilangan sekitar 150.000 penduduk sipilnya hanya karena pemboman oleh AS.
Bagi Ramsey Clark, strategi yang dipakai gerombolan Bush ini sudah jelas sejak awalnya. Berhati-hatilah apabila para jenderal dan para politisi yang pandir di Washington mulai asyik dengan permainan komputernya. Clark: ‘Pengamatan cermat atas keterlibatan Amerika di kawasan ini mengungkap bahwa Pemerintah Amerikalah, dan bukan Irak, yang paling bertanggung jawab atas perang ini, yang sudah direncanakan di Washington lama sebelum serdadu Irak yang pertama masuk ke Kuwait. Pemerintah AS menggunakan keluarga Kerajaan Kuwait untuk menghasut penyerbuan Irak sehingga peristiwa ini dapat dipakai untuk membenarkan penyerangan besar-besaran atas Irak untuk memantapkan kekuasaan AS di Teluk. Tentu saja hal inilah yang sebenarnya terjadi, Washington hanya menginginkan pemantapan kewenangan politik dan militernya sekali lagi atas Kawasan Teluk bersama dengan kepentingannya yang sangat besar akan sumber energi di Timur Tengah ini.’
Wartawan Bob Woodward menulis: ‘The Commanders’ (Simon & Schuster, New York, 1991) tentang apa yang terjadi di balik layar di Gedung Putih dan di Washington selama peperangan
| |
| |
yang bertujuan hendak memberikan semacam pelajaran bagi Saddam. Dengan membaca secara cermat laporan berharga setebal 398 halaman ini, kita tahu bahwa ia juga menyimpulkan, ‘bahwa Amerika Serikat memutuskan akan mulai berperang sebelum peluru ditembakkan.’ Ketika George Bush senior mengumumkan akan menggandakan kekuatan pasukannya di sekeliling Irak, Senator Sam Nunn dari Komite Dinas Angkatan Bersenjata (Armed Service Committee) ingin tahu bagaimana cara Bush menentukan bahwa AS sangat berkepentingan akan memerdekakan Kuwait. Mengapa tergesa-gesa? Mengapa ia tidak memberi kesempatan kepada PBB untuk memberi sanksi ekonomi yang menguntungkan kepentingan AS?
Tetapi Bush senior, Colin Powell dan Dick Cheney telah menetapkan keputusannya. Bahkan Ketua Joints Chief of Staff, Admiral William Crowe, mempertanyakan mengapa mereka ingin segera berperang dan berkata ‘Setiap orang sangat tidak sabar.’ Kelompok yang sama, yang agak terganggu syarafnya itu, kembali ke Gedung Putih pada tahun 2001 setelah George Bush junior berhasil mencuri suara dalam pemilihan tahun 2000. Sebenarnya, pada tahun 1989 tidak ada orang yang pernah mendengar nama Dick Cheney. Setelah beberapa bulan Bush senior masuk ke Gedung Putih, tiba-tiba saja orang ini dipanggil untuk menemui presiden, karena calon yang diusulkan sebelumnya untuk menjabat Menteri Pertahanan (Secretary of Defense) telah ditolak oleh Kongres. Dua puluh empat jam kemudian Bush memperkenalkan calonnya yang bam, Dick Cheney (48). Ia belum pernah masuk dinas militer, tetapi seminggu kemudian ia menjadi Menteri Pertahanan. Ia menunjuk David Addington, seorang pengacara CIA, sebagai pembantu khususnya.
| |
| |
Woodward menyusun ulang peristiwa terjadinya keputusan Gedung Putih untuk menyerang Saddam, dan sekali lagi, kita beroleh gambaran yang mengerikan tentang peranan yang terus dimainkan CIA, yang selalu menciptakan malapetaka, dari yang satu ke yang lain, yang menyebabkan kematian ribuan dan bahkan jutaan orang di seluruh dunia. Lloyd de Mause, Direktur Lembaga Psiko-Sejarah di New York, menerbitkan makalah yang menarik: ‘The Gulf War as Mental Disorder’, (Perang Teluk sebagai Kelainan Jiwa) yang setelah ditelaah, kesimpulannya memang demikian. Makalah lain yang saya baca mengenai perang melawan Irak, ditulis oleh ahli psikiatri Sandra Bloom di Universitas Pennsylvania, yang menyebut perang itu sebagai ‘Krisis masa remaja’. Sekali lagi, Profesor Bloom secara tidak langsung juga menyimpulkan bahwa tidak ada alasan untuk meragukan keadaan mental beberapa orang dari kelompok yang bekerja untuk dinas rahasia, yang menyenangi hobi pribadi seperti memburu orang yang diduga komunis atau para pemimpin negara asing yang tidak mereka sukai.
Woodward menggambarkan bagaimana para pembuat keputusan tertinggi di Gedung Putih itu membahas informasi CIA yang memperingatkan bahwa Saddam dapat dengan mudah memindahkan angkatan bersenjatanya dari Kuwait ke Riyadh, ibukota Arab Saudi, 275 mil dari Kuwait. Jenderal Brent Scowcroft menambahkan pendapatnya, bahwa Saddam harus digulingkan. Hal itu harus dilakukan secara rahasia oleh CIA dan dunia tidak boleh tahu. Pembaca di Indonesia, yang mungkin masih bertanya-tanya di tahun 2001 ini apakah CIA benar-benar terlibat dalam peristiwa tahun 1965 untuk menggulingkan Bung Karno dan menggantikannya dengan Soeharto, hendaknya membaca bukunya Woodward ini dengan cermat. Tipu muslihat kotor yang dipakai Washington tidak
| |
| |
berubah. Tampaknya pria seperti Scowcroft ini menderita sakit sehingga ia melihat dunia dengan cara yang tidak wajar. Orang-orang seperti ia barangkali berpikir bahwa mereka telah berbakti kepada negaranya, tanpa menyadari bahwa lebih baik bagi diri mereka sendiri apabila mereka minta nasihat seorang psiko-analis.
Woodward: ‘Presiden Bush memerintah CIA untuk mulai merencanakan gerakan rahasia yang akan menggoyahkan rezim Saddam, dan ia berharap dapat menggeser Saddam dari tampuk kekuasaan. Ia menginginkan upaya dalam segala bentuk untuk mencekik perekonomian Irak, mendukung kelompok anti-Saddam baik di dalam maupun di luar Irak, dan mencari pemimpin pengganti di antara militer atau di mana saja dalam masyarakat Irak.’ Ini adalah perintah dari sang bapak 12 tahun yang lalu. Bush senior: ‘Apabila ada kasus mengenai tindakan terselubung yang dilakukan untuk kepentingan nasional, maka demikianlah yang terjadi’. Woodward menulis bahwa keesokan harinya Bush menginginkan agar Cheney, Powell dan Schwarzkopf di Camp David melaporkan beberapa pilihan tindakan militer yang dapat dipakai untuk menjatuhkan Saddam. (hlm. 238).
Yang agak mendebarkan hati ialah saat membaca ihwal siasat dan diplomasi yang dipakai Bush untuk menjaga agar Israel tidak membalas dengan kekuatan militer penuh apabila Saddam menembakkan peluru kendali SAM ke Tel Aviv. Larry Engleburger dan Paul Wolfowitz (mantan Dubes AS di Jakarta) dikirim ke Israel untuk meyakinkan Perdana Menteri Yitzak Shamir agar tidak berbuat apa-apa, tidak sama sekali melakukan serangan pendahuluan (hlm. 363). Bush telah memberikan izinnya untuk pengadaan saluran khusus sangat rahasia, terjamin keamanannya, untuk berkomunikasi dengan suara, antara pusat gerakan ini di
| |
| |
Pentagon dengan Departemen Pertahanan Israel. Bangsa Israel pun diberi projektil buatan Patriot agar paling tidak mereka dapat mempertahankan diri mereka sendiri. Washington sadar bahwa, apabila roket SAM ditembakkan ke Israel dan Shamir menggerakkan angkatan bersenjatanya menyerbu Irak, siasat Saddam untuk melibatkan negara-negara Arab lainnya agar berjuang di sisinya, akan membuka jalan yang lebar bagi peperangan di antara Barat, PBB, dan negara-negara Arab yang bersatu. Washington berhasil mencegah Shamir, tetapi Pemerintah AS segera menerima ‘bon tagihan’ pengajuan pembayaran sebesar miliaran dolar. Bush diminta membayar kerugian yang diderita Israel oleh SAM-nya Saddam.
Barangkali saya perlu mengakhiri tulisan saya tentang Saddam ini dengan mengutip kesaksian Mike Erlich dari Military Council Network, jaringan dewan militer di dalam Parlemen Eropa. Perdana Menteri John Major telah berkata di depan parlemen di London, ‘Terus terang saya tidak yakin bahwa pasukan kita atau pendapat masyarakat umum di dunia mau memaafkan kami apabila pada tahap ini kami membiarkan pasukan Irak mundur dengan senjatanya.’ Ramsey Clark mengatakan, ‘Apabila kebenarannya sudah terungkap, pendapat masyarakat dunia tidak pernah mau memaafkan Major atas pembantaian manusia yang dilakukan atas perintah ia bersama Bush.’
Erlich bersaksi: ‘... ratusan, mungkin ribuan prajurit Irak mulai berjalan menuju posisi AS, mereka tidak bersenjata, dengan tangan diangkat ke atas untuk mencoba menunjukkan bahwa mereka menyerah. Tetapi, perintah yang diberikan kepada unit sekutu ini ialah untuk tidak menahan dan memenjarakan mereka
| |
| |
... Komandan unit ini mulai menembak salah seorang prajurit Irak itu dengan peluru kendali anti-tank mereka. Peluru kendali atau projektil ini dirancang khusus untuk menghancurkan tank, tetapi di sini dipakai untuk menghancurkan satu orang. Pada saat itu, semua anggota unit tersebut mulai menembaki para prajurit Irak tersebut. Begitu saja. Ini merupakan pembantaian.’
Seperti dikutip dari media AS, para pilot helikopter menyebut penerbangan mereka di atas Irak dan penarikan mundur pasukan Irak itu sebagai: ‘a turkey shoot’ (tembakan serampangan), yang lain menyebut ‘a fish in a barrel shoot’ (seperti menembaki ikan yang berada dalam sebuah wadah). Patrick Sloyan melaporkan di dalam ‘News-day’ mengenai penembakan pada saat penarikan mundur pasukan Irak dari Kuwait itu, artikelnya diberi berjudul ‘Burried Alive’, bahwa Pentagon membuat rekaman video lengkap mengenai ‘Highway of Death’, Jalan Raya Menuju Kematian ini. (Clark, hlm. 45-52).
Sementara itu, anak buah Cheney mencoba berbagai tipu muslihat yang tercatat dalam perbendaharaan siasat untuk membungkam pers dan mencegah para wartawan melaporkan apa yang sesungguhnya terjadi, apalagi yang menyangkut betapa banyaknya kejahatan perang yang dilakukan di sana atas perintah Bush senior, Cheney, Powell, dan Schwarzkopf, untuk menyebut beberapa nama yang bertanggung jawab. Mengapa Slobodan Milosevic dihadapkan ke Pengadilan Kejahatan Perang di Den Haag, dan mengapa tokoh-tokoh licik di atas boleh tems dipandang sebagai pembela hak asasi manusia yang paling gigih di dunia?
|
|