Dibalik keterlibatan CIA. Bung Karno Dikhianati?
(2001)–Willem Oltmans– Auteursrechtelijk beschermd
[pagina 158]
| |
16
| |
[pagina 159]
| |
Hitler secara bersistem untuk menghancurkan persyaratan yang menghina yang masih tertinggal dari Perjanjian Versailles yang mengakhiri Perang Dunia I. Pada tanggal 12 Maret 1938, Austria menjadi negara bagian dari Third Reich. Para diplomat berkumpul di Swiss untuk mengutuk tindakan Jerman yang sepihak itu, tetapi boleh dikatakan tidak ada seorang pun yang mau mendengarkan lagi, keadaannya sama seperti yang terjadi pada awal abad ke-21 yang menyangkut United Nations atau Perserikatan Bangsa-Bangsa di New York. Serbuan Hitler ke Polandia tanggal 1 September 1939 mengisyaratkan berawalnya Perang Dunia Kedua (1939-1945).
Pada akhir Perang Dunia II, diluncurkanlah usaha yang kedua kalinya untuk menciptakan struktur lembaga diplomasi yang mendunia, agar tidak mungkin lagi ada peperangan militer yang menimbulkan bencana. Hal ini karena menurut Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa yang baru, Dewan Keamanan akan berfungsi dengan baik dan setiap tindakan persiapan perang haruslah disetujui sebelumnya. Ketika PBB didirikan pada tanggal 25 April 1945 di San Francisco, hanya 50 negara-negara di dunia ini yang mengirimkan wakilnya. Oleh sebab itu, Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa ini baru diterima tanggal 24 Oktober 1945 oleh sekelompok kecil dari bangsa-bangsa di dunia, dan bermiliar penduduk Asia dan Afrika masih belum terbebaskan dari belenggu kolonialisme dan imperialisme. Memang Indonesia telah menyatakan kemerdekaannya pada tanggal 17 Agustus 1945. Tetapi, suara dari negara terbesar keempat di dunia ini tidak terdengar di San Francisco, demikian juga suara dari negara kedua terbesar yaitu India, yang baru merdeka pada tanggal 15 Agustus 1947. Piagam PBB itu merupakan produk terutama dari pemikiran Barat. | |
[pagina 160]
| |
Perserikatan Bangsa-Bangsa ini dapat bertahan sampai 56 tahun lamanya, demikian juga dengan Piagam PBB. Tetapi, berbagai kenyataan baru di abad ke-21 ini sudah lama tidak tercerminkan di dalam modus operandi atau cara kerja baik Dewan Keamanan (Security Council) maupun Majelis Umum (General Assembly). Keanggotaan PBB di New York meningkat menjadi 190 negara. Tetapi, rumusan peraturan PBB masih didasarkan kepada pendapat dari ke-50 negara pendirinya di tahun 1945 itu. Cina, US, AS, Inggris dan Prancis mendapat hak veto sebagai alat perdamaian yang utama di dunia. Suara Cina selama bertahun-tahun didelegasikan ke Cina Taiwan, untuk satu alasan bahwa generalissimoGa naar voetnoot1. Chiang Kai-shek telah lari ke sana setelah dikalahkan oleh Mao. Inggris dan Prancis pada tahun 1945 masih menjadi kekuatan imperialis di dunia. Tetapi, pada tahun 2001, mereka masing-masing hanya mewakili sekitar 60 juta penduduk di dunia. Apa yang menyebabkan mereka beroleh hak veto di Dewan Keamanan di abad ke-21? Mengapa Indonesia dan India tidak dapat menggantikan tempat mereka? Bermiliar penduduk Asia dan Afrika tidak diminta pendapatnya di tahun 1945. Dengan perkataan lain, sekarang organisasi internasional yang harus menjaga perdamaian ini boleh dikatakan hampir tidak diwakili oleh penduduk di dunia ini, dan oleh sebab itu organisasi ini telah gagal, sama seperti yang terjadi pada Liga Bangsa-Bangsa di Jenewa.
Sejak tahun 1945 Perserikatan Bangsa-Bangsa dan Dewan Keamanan telah menghadapi serangkaian panjang krisis: | |
[pagina 161]
| |
Timur Tengah, Yaman, Jamnu dan Kashmir, India melawan Pakistan, Irian Barat, Kongo, Afrika Utara, Korea, Tibet, Vietnam, Afrika Selatan, Timor Timur, dan banyak lainnya, termasuk berbagai masalah yang disebut terorisme internasional. Setelah hampir setengah abad saya menjadi wartawan yang mendunia, saya menjadi cukup yakin, bahwa Osama bin Laden dan kawan-kawannya memandang Tim Rahasia Washington, dan direktur-direktur CIA Allen Dulles, John McCone, Bill Casey, Richard Helms, George Bush I, dan beberapa lainnya, sebagai teroris global dari jenis yang paling buruk buatan AS, yang boleh dikatakan memiliki dolar dalam jumlah tak terbatas yang dapat digunakan sekehendaknya sehingga mereka dapat menyuap pembunuh sewaan di mana pun. Lebih lanjut lagi, dinas intelijen AS ini memiliki ilmu dan teknologi yang paling canggih di dunia yang dapat dimanfaatkan kapan saja untuk mendukung kegiatan rahasianya di mana saja dengan cara militer apa saja yang dapat terpikirkan di abad ke-21 ini.
Setelah Perang Dunia II pada tahun 1945, Korea diduduki oleh kekuatan bersenjata AS dan Soviet. Perserikatan Bangsa-Bangsa membantu dalam penyelenggaraan pemilihan bebas di bagian selatan. Pada tanggal 12 Juli 1948, sebuah konstitusi diterima di Seoul dan Republik Korea Selatan terbentuk. Kecuali 500 orang anggota misi pengamat militer, Washington menarik angkatan bersenjatanya dari Korea Selatan. Ketika Korea Utara menyerbu ke selatan pada tanggal 25 Juni 1950 dan merebut Seoul, Dewan Keamanan meminta agar dilakukan sanksi militer terhadap Korea Utara, sehingga mengubah apa yang sebenarnya sebuah perang sipil menjadi sengketa internasional. Namun demikian, di tahun 1950, | |
[pagina 162]
| |
pengiriman angkatan bersenjata yang seolah-olah di bawah naungan PBB ke jazirah Korea di bawah komando AS paling tidak merupakan usaha menaati peraturan Piagam PBB.
Pada saat Jepang menyerah di tahun 1945, kaum gerilya Vietminh merebut Hanoi. Ho Chi-minh mendirikan Republik Demokrasi Vietnam, gerakan yang ditentang Washington, yang menggunakan Prancis untuk mendirikan rezim tandingannya di Saigon. Setelah benteng Prancis di Dien Bien Phu jatuh pada tanggal 8 Mei 1954, diselenggarakan lagi Konferensi Jenewa yang lain, yang memisahkan Vietnam menjadi dua di garis lintang ke-17. Amerika Serikat serta rezim bonekanya di Saigon tidak mengakui kesepakatan ini. Namun, Washington berjanji tidak akan berbuat apa-apa untuk merusaknya. Malah sebaliknya, dan peristiwa ini merupakan titik balik yang menentukan di dalam sejarah Perserikatan Bangsa-Bangsa, Pemerintah AS memulai peperangan militer besarnya yang pertama sejak tahun 1945, yang berlangsung di luar Perserikatan Bangsa-Bangsa dan secara mencolok melanggar baik Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa, maupun peraturan perundang-undangan internasional yang telah diterima secara mendunia.
Ratusan buku telah ditulis mengenai perang yang sudah mendatangkan malapetaka ini di Vietnam. Richard Falk, profesor bidang hukum dari Universitas Princeton pada tahun 1971 menulis dalam ‘Crimes of War’ (Random House, New York), bahwa Pemerintah Amerika Serikat berperang secara ilegal dengan penyerangan yang menggunakan cara jahat di Vietnam. ‘Saya menjadi yakin bahwa kami perlu memahami adanya kejahatan di Vietnam yang dilakukan atas nama kami dan untuk kepentingan kami. Lagi pula, kita harus menentang usaha | |
[pagina 163]
| |
pemerintahan Nixon untuk memisahkan pembantaian di Son My dari tindakan perang yang dilakukan secara menyeluruh. Menembaki kaum wanita dan anak-anak dari jarak dekat di dusun tempat tinggal petani jelas-jelas merupakan tindakan yang amat keji sehingga tidak perlu diperagakan untuk menunjukkan kejahatan perang yang khas, meskipun sebenarnya demikian.’
Ia melanjutkan, ‘Pengiriman pesawat B-52 untuk menyerang daerah padat penduduk secara tiba-tiba dari hari ke hari, dan perusakan lahan pertanian yang luas dengan menggunakan herbisida di negeri yang kelaparan, adalah kebijakan resmi yang sama jahatnya dengan apa yang tak diakui para pemimpin kita ketika mereka bergabung untuk bersama-sama mengutuk peristiwa Son My. Melatih pasukan Green BeretGa naar voetnoot2. untuk terlibat dalam pembunuhan politik skala besar dalam operasi Phoenix, atau tindakan menyerahkan para tahanan kepada kelompok Vietnam Selatan agar disiksa juga merupakan tindak pidana.’ Falk menyebut penyerbuan ke Kamboja oleh Nixon dan Kissinger sebagai tindakan tidak sah yang melanggar Undang-Undang Dasar AS. ‘Kerusakan moral merupakan bukti apabila masyarakat kehilangan kepercayaan terhadap dirinya sendiri sampai meninggalkan tradisi kebanggaannya sendiri, bahkan tanpa menyadari apa yang terjadi.’
Pada masa itu masih ada Bertrand Russel yang bersedia ditahan pada usia 89 tahun karena ikut berunjuk rasa menentang penggunaan senjata atom. Pada tanggal 13 November 1966, | |
[pagina 164]
| |
ia menyelenggarakan Pengadilan untuk Kejahatan Perang Internasional di London dengan himbauan yang fasih dan penuh perasaan untuk meninggalkan ‘kejahatan karena diam’ mengenai apa yang teijadi di Asia Tenggara. Pada masa itu para pemimpin dunia saling berkirim surat terbuka yang mesra tentang cara menjaga perdamaian. (‘The Vital Letters of Russel, Khrushchev and Dulles’, MacGibon & Kee, London, 1958). Pada masa itulah Jean-Paul Sartre akan meninggikan suaranya dan menulis: ‘Kita harus mencoba memahami niat memusnahkan suatu bangsa dalam peperangan (genocide) yang dilakukan Amerika Serikat terhadap Vietnam. Pasal 2 dari Kesepakatan Jenewa tahun 1948 mendefinisikan ‘genoside’ atas dasar niat. Kenangan mengenai perang masih segar dalam pikiran. Hitler menyatakan bahwa niatnya yang disengaja ialah untuk memusnahkan bangsa Yahudi. Orang Yahudi harus dibunuh, siapa pun ia, bukan karena ia tertangkap basah membawa senjata atau bergabung dengan gerakan menentang, tetapi hanya karena ia seorang Yahudi. Pemerintah Amerika mengelak mengeluarkan pernyataan seperti itu. AS bahkan mengatakan bahwa pemerintah sekedar menjawab panggilan sekutunya, kelompok Vietnam Selatan yang diserang kaum komunis.’ (‘Jean Paul Sartre on Genocide’, Beacon Press, 1968).
Ahli psikiatri Amerika Serikat Robert Jay Lilton, yang mengkaji secara luas dampak bom nuklir yang dijatuhkan di Hiroshima dan Nagasaki pada tahun 1945 pada penduduk di Jepang, menyebut tindakan itu sebagai ‘kekejian teknologi Amerika’. Ia menyatakan pendapatnya di dalam buku ‘Crimes of War’, membahas pembunuhan besar-besaran yang dilakukan AS di My Lai. Ia menekankan bahwa pembunuhan yang | |
[pagina 165]
| |
berlebihan itu merupakan gabungan pembantaian yang memanfaatkan teknologi senjata (petani miskin yang dibunuh Amerika dengan senjata otomatis) dan penembakan lansung orang per-orang dari depan dari jarak dekat. Seorang prajurit Amerika yang ikut berperang dapat menggambarkan peristiwa My Lai sejenis dengan yang dilakukan Nazi.’
Tanpa mencoba menelaah ulang seluruh sejarah hubungan AS - PBB di antara tahun 1945 dan 2001, saya berniat menunjukkan di sini, bahwa telaahan saya mengenai sejarah awal hubungan AS dengan PBB itu semakin jelas menunjukkan bahwa sementara waktu dan peristiwa di dunia terus berjalan, Washington semakin lama semakin mengabaikan Piagam PBB dalam melaksanakan kebijakan luar negerinya. Di Korea, Gedung Putih masih memperhatikan peraturan yang tercantum dalam Piagam itu dan sepakat mengirimkan pasukan PBB di bawah komando AS. Di Vietnam, pada dasarnya Amerika melaju sendiri. Pada tahun 1991, Bush senior sendiri membangun kekuatan Perserikatan Bangsa-Bangsa yang kecil untuk menggusur Irak dari Kuwait. Di tahun 1999, Bill Clinton memutuskan bahwa saatnya telah tiba, dengan sama sekali tidak mempedulikan PBB dan Piagamnya, untuk mendorong semua sekutu NATO ikut dalam Perang Balkan di Kosovo. Perlu setengah abad bagi Washington untuk secara terang-terangan mengabaikan undang-undang internasional. Hilangnya makna tanda tangan AS di bawah peraturan-peraturan PBB pada awal abad ke-21 saat ini setara dengan kegagalan Hitler dan Mussolini di akhir tahun 1930-an untuk menaati peraturan yang dibuat di bawah Perjanjian Liga Bangsa-Bangsa. | |
[pagina 166]
| |
Apabila satu-satunya negara adikuasa di dunia ini tidak lagi menaati peraturan yang disepakati secara mendunia itu, maka ada ‘periculum in mora’. Perang Dunia III mungkin tidak secepat meletusnya Perang Dunia II, ketika kekuasaan Axis tidak lagi menghargai peraturan internasional. Pada tahun 1930-an tidak ada teror nuklir apa pun yang dapat memecahkan kekuatan Eropa. Sejak tahun 1945 dunia terlindung dari perselisihan langsung oleh ketakutan bahwa satu gerakan salah akan menghancurkan baik teman maupun lawan seperti bencana nuklir. Perang Dingin berhasil menjaga perdamaian di antara dua negara adikuasa selama lebih dari setengah abad. Belakangan, salah satu negara adikuasa itu kehilangan status kekuasaannya. Ihwal kejatuhan Uni Soviet oleh rekayasa yang mengagumkan dari Washington, dengan pukulan pamungkas yang diberikan pada saat kepresidenan Reagan, saya ulas di sini sebagai bab tersendiri. Tidak seorang pun tahu apakah rezim Vladimir Putin dapat melawan apabila diserang secara besar-besaran dengan peluru kendali nuklir. Tetapi, apa yang menurut pandangan saya merupakan kepastian, bahwa bila terjadi perang di awal abad ini, Perserikatan Bangsa-Bangsa di New York akan berhenti berfungsi atas dasar Piagamnya yang sekarang. Perserikatan Bangsa-Bangsa, seperti yang kita kenal sejak tahun 1945, ditakdirkan untuk menghilang dan digantikan oleh organisasi yang lebih mutakhir. PBB akan ambruk karena tidak lagi relevan dengan abad ke-21. Barangkali, kita cukup dapat memahami bahwa kekuatan besar masa lalu seperti Inggris dan Prancis, mencoba mempertahankan pengaruhnya pada paruh pertama abad ke-20 yang sudah semakin menghilang. Sekarang ada beberapa negara lain seperti Brazilia, Meksiko, Nigeria, atau Afrika Selatan yang berhak menduduki posisi kekuasaan. Tak | |
[pagina 167]
| |
diragukan lagi, Persatuan Eropa yang bermarkas di Brussel akan mendapat veto dari Dewan Keamanan masa depan yang menggantikan kuasa veto yang sekarang dimiliki Paris dan London. Memang betul bahwa Prancis dan Inggris adalah dua negara pertama yang menyatakan perang terhadap Third Reich ketika Hitler merasa tidak lagi terikat kepada kewajiban internasionalnya.
Setelah bekerja sebagai wartawan sejak tahun 1957 sampai awal tahun 1970-an di markas besar Perserikatan Bangsa-Bangsa di New York, saya yakin, bahwa pada akhirnya, meskipun apabila kita dapat menghindari terjadinya Perang Dunia III, kerangka kerja PBB yang sekarang ini harus diperiksa ulang dengan cermat dan diselaraskan dengan kenyataan baru yang berkembang di seluruh dunia, seakan-akan membenarkan visi Marshall McLuhan mengenai desa global masa depan. Saya juga merasa bahwa sekali tercipta suatu Perserikatan Bangsa-Bangsa yang baru, organisasi dunia yang sekarang ini harus disingkirkan dari New York. PBB masa depan haruslah dibangun bersisian dengan pangkalan terdepan di antara Timur dan Barat. Istambul tampaknya merupakan tempat yang sempurna sebagai ibukota dunia masa depan. |
|