Dibalik keterlibatan CIA. Bung Karno Dikhianati?
(2001)–Willem Oltmans– Auteursrechtelijk beschermd
[pagina 147]
| |
15
| |
[pagina 148]
| |
yang mereka kesalkan itu telah diungkap keluar oleh adanya Undang-Undang Kebebasan Informasi. Markas besar ‘pemerintah di dalam pemerintah’ Amerika yang misterius ini terletak di dekat persimpangan jalan Annapolis di Maryland. Bamford menggambarkannya sebagai ‘suatu labirin dari pagar kawat berduri, alat detektor gerak, piranti hidraulik anti-tank, dan dinding penghalang dari beton yang tebal. Markas itu dijaga oleh komando prajurit paramiliter berseragam hitam, memakai penutup kepala yang khas, sambil mengayun-ayunkan berbagai jenis senjata termasuk senapan mesin Colt 9 mm, seperti adegan film Hollywood. Kota Rahasia (Crypto City) ini terdiri atas lebih dari enam puluh bangunan. Puluhan ribu orang dipekerjakan di sini secara amat rahasia. Kebanyakan dari mereka tidak memberitahu istri mereka mengenai pekerjaan mereka. Kota itu juga menyimpan koleksi terbesar komputer berkekuatan amat dahsyat, serta menjadi tempat tinggal sejumlah matematikawan dan bahasawan yang paling canggih di planet ini.’
Laporan Bamford tentu saja berawal dengan si Liar Bill Donovan yang memperingatkan akan bahaya Soviet yang menyebabkan Washington dan London merencanakan Perang Dingin yang pertama secara rahasia. Satu bulan sebelum Hitler bunuh diri, satu tim pemecah sandi dari Amerika dan Inggris diterbangkan ke Eropa dengan nama sandi teramat rahasia TICOM (Target Intelligence Committee). Para pemecah sandi sekutu itu bekerja dengan para pakar Hitler yang tahu banyak mengenai cara memecahkan sandi Soviet. Augsburg sebuah kota di Jerman menjadi Markas Rahasia NSA untuk pasang telinga/mencuri dengar. | |
[pagina 149]
| |
‘Badan penuh Rahasia’ ini menyajikan wawasan yang mempesona mengenai sejauh apa AS telah terbawa arus, tidak saja ke posisi sebagai satu-satunya negara adikuasa di tahun 2001, tetapi bagaimana Washington sendiri perlahan-lahan berubah menjadi sarang lebah penyengat dengan jaringan mata-mata yang merentang sampai ke semua sudut bumi ini. Jangan heran apabila anak buah Donovan di Kota Rahasia tahu dengan rinci bagaimana sebuah perusahaan di Chili-nya Pinochet memproduksi projektil bagi angkatan bersenjata di Irak (hlm. 382). Oleh sebab itu, NSA dan CIA sering terlibat dalam perselisihan, karena NSA telah menjadi ‘bintang utama’ bahkan di mata sebagian besar anggota Kongres. Tentu saja terjadi perang untuk mendapatkan miliaran dolar yang diperlukan dari Kongres. Pada suatu ketika NSA dipimpin oleh Laksamana Bob Inman, yang dipandang oleh badan pembuat undang-undang itu sebagai ‘pangeran intelijen yang misterius’, sementara CIA dipimpin oleh Laksamana Stansfield Turner. Bamsford mengetahui bahwa pada ketika itu Washington sedang membicarakan ‘peperangan’ di antara kedua laksamana tersebut, yang memperebutkan miliaran dolar yang diperlukan mereka untuk program satelit raksasa yang sedang mereka kerjakan.
Sebenarnya, sangatlah memuakkan bagi orang luar membaca apa yang sebenarnya terjadi di balik layar ruang kekuasaan Amerika Serikat. Loch Johnson dari Universitas Georgia menyebut beberapa pilihan dasar (yang ekstrem) yang dipakai pemerintah Barat apabila mereka menganggap mereka harus ikut campur tangan dalam masalah negara lain demi kepentingan mereka sendiri. Pilihan itu adalah: ‘Gunakan senjata | |
[pagina 150]
| |
kimia-biologi atau alat lain yang mematikan, seperti perang rahasia; pembunuhan berencana; kudeta skala kecil; kekacauan ekonomi skala besar, misalnya dengan menghancurkan hasil panen atau ternak (Kuba menderita selama lebih dari 40 tahun karena siasat Mafia AS yang sangat busuk ini); perubahan rona lingkungan; pembalasan dendam secara terarah kepada mereka yang tidak ikut berjuang; penyiksaan; penyanderaan; dan banyak lainnya.’ (‘Secret Agencies’, Yale, 1996, hlm. 62).
Profesor Loch Johnson melanjutkan daftarnya dengan sederet Pilihan Berisiko Tinggi yang diambil dari kamus rencana operasi rahasia Washington yang dapat dilakukan: ‘Peningkatan pendanaan dalam jumlah besar untuk ‘democracies’ (anggota masyarakat umum yang dianggap sebagai sumber utama kekuatan politik); pelatihan angkatan bersenjata asing untuk berperang; pemasokan senjata terbatas untuk tujuan yang menjijikkan; penghancuran perekonomian tanpa mematikan; peningkatan pendanaan besar-besaran untuk otokrasi; perampokan di kedutaan-kedutaan; pengamatan dari dekat dengan gangguan politik tingkat tinggi; penyusupan dan pengerahan tenaga tingkat tinggi; pembelokan informasi terhadap rezim demokrasi; pembelokan informasi terhadap rezim otokrasi; dan lain-lain.’ Johnson menyebutnya berbahaya dan menimbulkan sengketa, apabila Washington menyatakan apa yang disebut ‘daerah rahasia yang panas’. Sebagai contoh ia menyebutkan bahwa di tahun 1988-1989 CIA memasok peluru kendali anti-pesawat jenis Stinger dan Blowpipe untuk pemberontak anti-komunis di Afghanistan. Bila ditanyakan mengenai korban masyarakat sipil yang diakibatkan operasi rahasia AS, Presiden Bush senior seenaknya menjawab bahwa ‘dampak kerusakan’ tidak dapat dihindari. | |
[pagina 151]
| |
Satu dari sekian banyak operasi rahasia AS berskala besar pada saat penulisan buku ini terjadi di Kolumbia. Di negeri ini, dinas mata-mata Washington menyatakan perang terhadap cukong narkoba setempat. Kolumbia, dengan penduduk berjumlah 41 juta orang, adalah negara Amerika Latin terbesar nomor tiga, dan terpenting nomor dua dalam hal keanekaragaman hayati. Kolumbia menyatakan negerinya adalah negara demokrasi yang tertua. Tetapi, selama empat dasa warsa yang baru lalu, negeri ini telah menjadi pemasok kokain nomor satu di dunia. ‘The Economist’ (21 April, 2001) menulis tentang ‘gerombolan pengedar narkoba yang mengubah generasi anak muda penganggur di perkotaan menjadi “sicarios”, atau pembunuh bayaran.’ Para cukong narkoba mempersenjatai dan memberi uang untuk tiga pasukan khusus, dua di pihak kiri dan pasukan paramiliter di pihak kanan. Di tengah-tengah permasalahan dalam negeri itu, Tim Rahasia Washington memutuskan akan bergabung untuk mengail di air keruh dengan menempatkan pembunuh-pembunuh mereka sendiri sebagai penasihat militer di Kolumbia. Orang mempertanyakan, bab-bab mana dari berbagai buku pedoman keintelijenan yang ada, yang dipakai di sini untuk tujuan menghentikan yang tak terhentikan, yaitu berakhirnya ekspor kokain ke Amerika Serikat.
Yang jelas, sementara itu, seperti yang diungkap William Blum (hlm. 163) bahwa ‘penerima bantuan Amerika yang utama, yaitu Angkatan Bersenjata Kolumbia, mereka sendiri terlibat di dalam perdagangan obat bius ini sementara mereka juga erat berhubungan dengan kekuatan paramiliter yang juga giat dalam perdagangan narkoba dan upaya-upaya melindungi produsen | |
[pagina 152]
| |
narkoba di negerinya. Menurut Amnesty International, hingga tahun 1994 sekitar 20.000 orang telah terbunuh akibat semua kekacauan ini. Jumlah itu pasti telah berlipat ganda sejak saat itu. Bantuan militer AS dipakai untuk membunuh aktivis kaum buruh, pembela hak asasi manusia, dan pemimpin dari gerakan sayap-kiri’, demikian Blum mengingatkan. Menurut Amnesty, campur tangan AS selanjutnya mengakibatkan pelanggaran hak asasi manusia skala besar di Kolumbia, sementara Washington menunjukkan dirinya kepada dunia sebagai pembela utama hak asasi manusia di Kolumbia.
Chomsky mengutip data Human Rights Watch dan menyimpulkan hal serupa, bahwa ‘tangan AS berlumuran darah’ di Kolumbia. (‘The New Military Humanism’ hlm. 50). ‘Satu-satunya partai politik yang mandiri di Kolumbia boleh dikatakan telah dihapuskan oleh pembunuhan ribuan pejabat dan calon yang mereka pilih, serta para aktivis. Korbannya yang utama ialah para petani, terutama mereka yang berani mengangkat kepalanya di tengah-tengah rezim penindas yang kejam dan kemiskinan yang amat parah di negara yang sangat dipuji karena keberhasilan perekonomiannya (untuk kaum elit di dalam negeri dan investor di luar negeri). Di tahun 1990-an Kolumbia menjadi penerima bantuan senjata dan pelatihan militer AS yang utama di belahan bumi sebelah barat. Pada kurun yang sama, kekejaman juga meningkat dengan sendirinya di Kolumbia. Profesor Chomsky menekankan bahwa kebanyakan pengamat secara serius berpendapat bahwa yang disebut perang narkoba hanyalah dalih saja untuk membenarkan pengiriman bantuan militer dari Washington ke Bogota. | |
[pagina 153]
| |
Allen Dulles pernah menyebut dinas-dinas rahasia itu sebagai wahana yang ideal untuk persekongkolan. Menurut Direktur CIA Dulles: ‘Anggota-anggotanya dapat bergerak di dalam dan di luar negeri seturut perintah rahasia, dan tidak ada yang dipertanyakan. Setiap carik kertas di dalam berkas mengenai dirinya, keanggotaannya, dana yang dihabiskannya, penghubung-penghubungnya, bahkan penghubung di pihak musuhnya, semuanya adalah rahasia negara.’ David Wise meringkas beberapa taktik CIA itu di dalam ‘The American Police State’.
CIA mengatur penyamarannya, menyediakan pengenal diri palsu, serta berbagai perlengkapan lainnya bagi para perampok Gedung Putih yang membongkar masuk ke Watergate.
Presiden Nixon memerintahkan CIA untuk menggagalkan penyelidikan FBI terhadap perampokan Watergate.
CIA menyediakan perempuan-perempuan untuk Raja Hussein dari Jordania.
Selama empat pemerintahan presiden Amerika Serikat, CIA telah merencanakan pembunuhan, atau menganjurkan kudeta terhadap delapan pemimpin negara asing, lima di antaranya terbunuh secara mengenaskan. Mereka menyewa dua orang penjahat, Sam Giancana dan Johnny Rosselli, untuk membunuh Presiden Kuba Fidel Castro. Wise, yang menulis berdasar bukti dokumen, menambahkan bahwa CIA menawari kedua pria itu 150.000 dolar untuk tugas tersebut. | |
[pagina 154]
| |
CIA benar-benar menentang perintah Presiden Nixon untuk menghancurkan persediaan berbagai racunnya yang mematikan, termasuk bisa ular kobra dan racun dari sejenis kerang, yang jumlahnya cukup untuk membunuh 55.000 orang.
CIA bereksperimen dengan obat-obatan yang dapat meracuni pikiran orang, sementara orang tersebut tidak menyadari bahwa ia telah dicekoki obat yang menyebabkan ia fly (mabuk), dan pikirannya melayang-layang. Frank Olson, seorang peneliti sipil untuk angkatan bersenjata, bunuh diri dengan melompat dari jendela, sembilan hari setelah CIA mencampur anggur yang diminumnya sesudah santap malam dengan LSD.
Selama lebih dari 20 tahun, CIA melanggar undang-undang federal yang ketat dengan membuka, membaca, memotret, dan menutup kembali ‘surat-surat kelas satu’ (surat bersegel). Di New York saja CIA telah membuka 215.820 surat seperti itu.
Sementara Kongres menyuruh CIA melakukan kegiatan mata-mata di luar negeri dan menghindari kegiatan di dalam negeri, ada bukti yang mengungkap bahwa CIA telah membuntuti dan memotret warga Amerika di negerinya sendiri dan melakukan lusinan penyadapan, perampokan, dan bahkan menerima federal-income-tax returnsGa naar voetnoot1. dari IRS (Internal Revenue Service, kantor pajak AS). Wartawan pun terkena sadap dan beberapa di antara mereka diawasi dengan ketat. | |
[pagina 155]
| |
Kadang-kadang, para tokoh terkemuka CIA menyadari bahwa organisasi mereka mulai tampak seperti Mafia super, ketimbang sebagai organisasi yang sah, yang tugasnya menjaga keamanan negara dan penduduknya. Ada kasus yang sangat terkenal mengenai Frank Snepp, Analis Strategi dan Ketua Perwakilan CIA di Saigon pada saat Washington kalah dalam peperangan melawan Ho Chi-minh. Pada bulan April 1975 Snepp sadar sepenuhnya bahwa peperangan sudah menjelang selesai, sementara Dubes Graham Martin dan atasan Snepp Henry Kissinger di Departemen Luar Negeri di Washington tampaknya lupa akan kekalahan telak yang sudah ada di depan mata. Setiap orang melihat penarikan mundur helikopter Angkatan Bersenjata Amerika dari atap kompleks Kedutaan AS di Saigon, ketika staf kedutaan dan beberapa teman mereka yang berkebangsaan Vietnam diangkut dengan tergesa-gesa ke kapal perang yang berada di laut yang dekat dengan tempat itu.
Snepp menulis laporannya setebal 590 halaman, ‘Decent Interval’ (Random House, New York, 1977), menceriterakan hari-hari terakhir itu. Seperti halnya dengan Victor Marchetti dan John D. Marks sebelumnya - CIA memerintahkan kedua pengarang ini menghapus 168 bagian tertentu dari buku yang mereka tulis ‘The CIA and the Cult of Intelligence’ (Book of the Month Club, 1974) - Snepp dipersulit oleh para mantan bosnya di Langley, Virginia. Snepp adalah seorang patriot dan ia ingin agar masyarakat umum tahu akan kebenaran mengenai hal yang sebenarnya terjadi di bawah pemerintahan Gerald Ford dan Henry Kissinger selama beberapa hari terakhir dari perang yang menyedihkan dalam sejarah Amerika itu. Ia mendapat tentangan keras dari Pemerintah dan CIA. Snepp diajukan | |
[pagina 156]
| |
ke pengadilan dan ia membela dirinya seperti singa, tetapi pada akhirnya ia kalah. Bahkan penghasilan yang diperolehnya dari penerbitan bukunya itu pun disita oleh Pemerintah atau sudah habis untuk membayar para pengacara yang membelanya dan membela haknya dalam kebebasan menulis berita.
Hal yang sangat menarik di dalam buku Marchetti dan Marks ialah bagian yang bercerita mengenai Indonesia dan CIA. Pada tanggal 2 Juni 1961, dua bulan setelah kegagalan di Teluk Babi di Kuba, Richard Helms, yang saat itu masih menjabat Wakil Direktur dari Dinas Rahasia itu, menjelaskan dengan singkat kepada Subkomite Keamanan Dalam Negeri di Senat mengenai pemalsuan dokumen komunis. Ia membawa 32 dokumen palsu Soviet, yang bentuknya seperti pesan-pesan AS. ‘Dua dari dokumen yang dipalsukan Soviet itu memberikan bukti bahwa Amerika merencanakan upaya menggulingkan Soekarno dari Indonesia,’ demikian ditulis Marchetti dan Marks (hlm. 173). Menurut Helms, ‘dua dokumen palsu Soviet lainnya menunjukkan bahwa Pemerintah AS, meskipun mereka membantahnya secara resmi, secara rahasia mereka memasok bantuan militer kepada para pemberontak anti-Soekarno (di Padang).’
Marchetti dan Marks selanjutnya menulis: ‘Contoh-contoh mengenai Indonesia tersebut sangatlah menarik. Telaahan sepintas lalu terhadap dokumen-dokumen tersebut, seperti yang disampaikan oleh Helms, menunjukkan bahwa pemalsuannya memang agak kasar, tetapi pesannya cermat. Di tahun 1958, CIA tidak saja mendukung usaha untuk menghancurkan pemerintahan Soekarno, tetapi Helms sendiri, sebagai pejabat tingkat dua di kedinasrahasiaan, sangat tahu akan hal itu. Dan ia | |
[pagina 157]
| |
juga tahu bahwa bantahan resmi yang disebutnya tadi itu adalah kebohongan dan dusta yang disiarkan oleh jurubicara Pemerintah AS’ (hlm. 173-174). Tidak satu pun dokumen yang dipalsukan Soviet itu berkaitan dengan Indonesia. Hanya orang dungu seperti Richard Helms sajalah - belakangan ia menjadi Direktur CIA, seperti rekannya George Bush senior - yang tampaknya yakin bahwa dusta yang jelas-jelas dusta itu akan berfungsi baik dan kebenaran mengenai kup (coup) yang didalangi CIA tahun 1958 di Indonesia tidak pernah akan terungkap. Seperti yang dikatakan sendiri oleh Bung Karno kepada saya, ‘JFK telah minta maaf kepada saya mengenai peristiwa di tahun 1958.’ |
|