| |
| |
| |
12
Chili
Hal yang memprihatinkan saya selama sepuluh tahun terakhir ini setiap kali saya berkunjung ke Jakarta (1994, 1995, 1999 dan 2001) adalah kenyataan bahwa kebanyakan orang Indonesia tidak tahu akan terbitan luar negeri pada umumnya, dan agak naif mengenai masalah peranan yang dimainkan dinas rahasia, meskipun hal itu menyangkut negeri mereka sendiri. Lagi pula, hanya ada sejumlah kecil saja dari ratusan buku mengenai masalah tersebut yang diterbitkan di AS, yang tersedia bagi pembaca Indonesia di toko buku di Jakarta, yang jumlahnya pun jarang, apalagi di luar ibukota ini. Saya ragu apakah ada di antara buku-buku yang saya sebutkan dalam tulisan saya ini yang dijual di belahan lain dari khatulistiwa ini. Selama 36 tahun saya hidup di New York dan sekarang saya tinggal di Amsterdam. Namun, dua atau tiga kali setahun saya terbang ke AS untuk melihat-lihat di Barnes & Noble atau di Stanford University Bookshop, mencari buku terbitan baru. Ini penting dan sesuai dengan tugas kewaitawanan, tetapi toko buku di Indonesia boleh dikatakan tidak memiliki informasi semacam itu. Oleh sebab itu, saya gegaskan penerbitan tulisan saya ini sebagai penumbuh semangat.
| |
| |
Ketidaktahuan akan sifat asli CIA ini boleh dikatakan merata di seluruh dunia, juga di Belanda atau negara Eropa Barat lainnya. Sejak tahun 1958 hingga 1992 saya tinggal di kota New York dan harus menyadari kenyataan, bahwa kebanyakan orang Amerika pun tidak tahu apa-apa mengenai hal yang dapat dilakukan dinas rahasia atau intelijen AS. Penyebabnya ialah, bahwa bahkan di AS sendiri, informasi umum mengenai jaringan mata-mata AS sering ditulis sembarangan dan kurang lengkap. Lagi pula, hanya sedikit orang Amerika yang membaca buku. Meskipun demikian, setiap tahun makin banyak dokumentasi informasi yang tersedia untuk umum. Profesor David Rudgers ahli sejarah dari Universitas Kansas baru-baru ini menerbitkan ‘Creating the Secret State’ (Kansas University Press, 2000), yang membahas asal-usul CIA di antara tahun 1943 dan 1947.
Sebenarnya, Perang Dunia II membangunkan bangsa Amerika, bahwa mereka mungkin perlu membentuk dinas intelijen luar negeri untuk mencegah terulangnya serangan secara diam-diam bangsa Jepang pada tanggal 7 Desember 1941 di Pearl Harbor. Peristiwa ini menggiring AS masuk ke kancah peperangan melawan kekuasaan Axis. Franklin D. Roosevelt menunjuk William Donovan sebagai ‘bos besar’ dari Office of Secret Services (OSS). Pria dari Buffalo, New York ini segera mendapat julukan ‘Wild Bill’. ‘Pada masa itulah keterpesonaan Donovan akan “siasat perang rahasia” mulai berkembang,’ demikian ditulis Profesor Rudges. Dinas rahasia yang bernama Central Intelligence Agency (CIA) ini mulai menjalankan kegiatannya tanggal 18 September 1947. James Reston dari ‘New York Times’ adalah wartawan yang pertama kali mengingatkan orang akan hal yang berkembang, yang mengubah
| |
| |
CIA ‘dari instrumen pengumpul dan penganalisis informasi keintelijenan menjadi tangan dinas militer yang melaksanakan kegiatan,’ demikian jelas Rudgers (hlm. 181). Inilah yang jadi masalah dengan CIA di tahun 2001, badan ini menjadi tangan angkatan bersenjata yang utama - dan hal ini sudah berlangsung lama - dari ‘invisible government’ atau ‘pemerintah bayangan’ di Washington.
Henry Kissinger adalah pakar dalam mengupayakan bantuan dari organisasi mata-mata ini, peninggalan yang membanggakan dari ‘Si Liar Bill Donovan’. Bagi Henry, skenario paling buruk yang terpikirkan ialah, adanya seorang penganut Marx yang menjadi pemimpin sebuah negara Amerika Latin yang penting, yang berkuasa tidak melalui kudeta (coup d'etat), tetapi sebagai hasil pemilihan umum yang bebas dan demokratis. Kissinger, yang mengingatkan kita akan Noam Chomsky, menganggap kemenangan Allende di Santiago sebagai ‘virus’ yang akan ‘menulari’ semua negara Amerika Latin. Washington tidak boleh membiarkan hal ini terjadi.
Penulis Inggris Anthony Sampson pada tahun 1973 menerbitkan buku yang luar biasa, yang sebagian besar berdasar pada dokumen-dokumen yang sampai saat ini bersifat rahasia, ‘The Sovereign State, The Secret History of ITT, International Telephone and Telegraph Corporation’ (Hodder & Stoughton, London, 1973). Apa yang disusun Sampson berdasarkan bukti tertulis adalah hubungan kerja sama yang sangat erat di antara CIA dan ITT, dan tentu saja dan tak kalah pentingnya, dengan Henry Kissinger di Gedung Putih. Summers memanfaatkan bukti dokumen lainnya yang dikumpulkan oleh kolumnis Jack Anderson, mengungkap cara
| |
| |
yang dipakai Washington yang dengan sekuat tenaga mencegah Allende berkuasa. Berton-ton uang masuk ke Chili dari banyak sumber yang misterius untuk meruntuhkan proses demokrasi di Chili. Direktur CIA John McCone, dengan giat berupaya mencegah Allende memenangkan pemilihan umum di tahun 1964 itu. Pada tahun 1965, McCone menjadi Direktur ITT dan tanpa merasa malu ia belakangan mengakui hubungannya yang sangat dekat dengan penggantinya, Direktur CIA Richard Helms serta dengan Henry Kissinger di Gedung Putih, memberikan saran bagi mereka cara terbaik untuk menghentikan Allende di tahun 1970 juga. Tetapi, penganut Marx di Chili ini meraih 36 persen suara, jumlah yang lebih besar dari kedua pesaingnya. Menurut undang-undang, keputusan terakhir akan diputuskan di Kongres tujuh minggu sesudahnya. Anderson menunjukkan bukti serangkaian memo yang ditulis orang-orangnya ITT dalam masa yang genting itu, yang menunjukkan persekongkolan Washington untuk mencegah Allende berkuasa di Chili.
Presiden Salvador Allende datang mengunjungi Perserikatan Bangsa-Bangsa di New York pada tahun 1972 dan dalam pidatonya ia mengeluhkan bagaimana ITT telah menggerakkan jaringannya menyusup jauh ke dalam di Chili, dan berupaya menghancurkan negara ini. Ia menuduh ITT mencoba mengobarkan perang sipil. (‘The Sovereign State’, hlm. 236-237). Barangkali para politisi dan anggota parlemen (DPR) di Indonesia harus menyadari tipu muslihat yang dimainkan oleh Kissinger dan perusahaan multi nasional di mana saja, dan hendaknya mewaspadai permainan yang mungkin dimainkan oleh Freeport McMoran di Irian Jaya. Ada kemungkinan para pengambil keputusan AS berpendapat bahwa lebih mudah mencuri dari propinsi ini di Indonesia, apabila Jakarta tidak lagi dapat mengendalikannya.
| |
| |
Anthony Summers merinci bagaimana Kissinger dan Komisi Empat Puluh (Forty Committee), komisi rahasia antar-departemen yang dipimpinnya, kepada siapa CIA bertanggung jawab di masa itu (hlm.245), membahas bahaya dari kepresidenan Allende. Mereka juga membahas cara menggoncang kestabilan ekonomi di Chili untuk mempersulit keadaan bagi presiden yang baru dipilih ini. Bank-bank diminta untuk menunda pemberian kreditnya. Perusahaan-perusahaan diperlamban membelanjakan uangnya. Angkutan dan pengiriman barang dihambat, sementara itu industri di Chili tidak dapat memperoleh suku cadang. Lembaga pemberi pinjaman ditekan untuk menutup pintu mereka. Bantuan teknis ke Chili dihentikan. CIA menyangka tindakan seperti itu dapat mempercepat kejatuhan Allende. Urusan di Chili makin banyak ditangani Kissinger sendiri dan bukan oleh Departemen Luar Negeri AS.
Loch Johnson dalam ‘Secret Agencies, US Intelligence in a Hostile World’, (Yale University, 1996) menekankan dalam hal ini, bahwa pemerintahan Nixon amat menggantungkan diri pada kebijakan ‘penghancuran ekonomi’ terhadap rezim sosialisnya Allende. CIA dimanfaatkan untuk mengatur pemogokan angkutan truk di Chili, yang berakibat hancurnya perekonomian di negeri ini. Dubes AS Edward Korry menyampaikan serangkaian telegram rahasia ke Washington yang membenarkan ‘tak sepotong mur atau baut pun boleh masuk ke Chili di bawah pimpinan Allende’ (hlm. 169). Setelah Allende, meski diobok-obok, akhirnya dapat berkuasa kembali, Washington mengamuk dan segera mengatur penggulingannya. David Wise memperoleh bukti bahwa CIA menghabiskan berjuta-juta dolar di antara tahun 1970 dan 1973 untuk menyiapkan penggulingan Allende.
| |
| |
Pertama-tama, peristiwa perampokan di Kedutaan Chili di Massachusetts Avenue di Washington. Berbagai dokumen hilang dari kantor Dubes Orlando Letelier. Allende memanggilnya pulang ke Santiago dan mengangkatnya menjadi Menteri Pertahanan. Setelah kup CIA pada tahun 1973 yang dilakukan oleh Jenderal Augusto Pinochet, yang menewaskan presiden terpilih berdasar konstitusi ini, Letelier ditangkap dan dipenjara dengan perlakuan kejam selama delapan bulan. Ia menceriterakan hal ini kepada wartawan Wise, bahwa peristiwa pertama yang menyambut kedatangannya di Pulau Dawson - tempat pembuangan di Chili yang sama seperti Pulau Buru-nya Soeharto untuk memenjarakan tahanan politik dari kup tahun 1965 - ialah bahwa ia telah dipaksa untuk menyaksikan pelaksanaan hukuman mati terhadap 29 orang tahanan oleh regu tembak militer. Setelah dibebaskan, bersama keluarganya ia kembali ke Washington sebagai buronan Chili, dan di sini ia terbunuh secara misterius dalam kecelakaan mobil tak lama kemudian. Kematiannya dikaitkan dengan serangkaian terbitan mengenai tanggung jawab oleh dinas rahasia AS, tentang Henry Kissinger, dan berbagai peperangan melawan komunis lainnya di dunia Barat. Tak pelak lagi, Orlando Letelier adalah seorang sosialis, bukan komunis, tetapi perbedaan ini tidak pernah dapat dipahami oleh penyusun strategi Amerika yang anti-merah ini selalu lebih mudah untuk menghabisi mereka yang membahayakan dinas rahasia AS.
Wartawan David Wise mengungkap dalam bukunya, ‘The American Policy State’ (Random House, New York, 1976), bahwa kelompok gangster yang terlibat dalam skandal Watergate yang terkenal busuk itu, yang menjatuhkan Richard Nixon, adalah
| |
| |
kelompok yang sama yang sepenuhnya terlibat dalam peristiwa perampokan di Kedutaan Chili. Seymour Hersh dari ‘New York Times’ menemukan hubungan di antara upaya mencuri dokumen dari markas besar Partai Demokrat di Gedung Watergate demi kepentingan pengikut Nixon atas perintah Gedung Putih oleh bekas mata-mata CIA Charles Colson - yang tertangkap dan menulis babak pertama drama yang menjatuhkan presiden ini - dan perampokan di Kedutaan Chili oleh Frank Sturgis, yang juga pernah menjadi karyawan CIA. Pengacara Nixon, James Dean - yang seperti kebanyakan pembantu utama Nixon akhirnya dipenjara - pada tanggal 9 Februari 1973 menelpon James Schlesinger, Direktur CIA saat itu, bahwa Seymour Hersh sudah mencium ‘ceritera yang panas’. Yang dimaksudkannya ialah bahwa wartawan itu sudah mencium hubungan di antara CIA, pembunuhan Salvador Allende, dan pengalihan kekuasaan kepada Jenderal Augusto Pinochet yang diatur AS. Pendek kata, telpon itu hendak memberitahu Direktur CIA akan bahaya terungkapnya Mafia Incorporated a la US A, yang disebut-sebut oleh Lyndon Johnson dalam wawancara televisinya dengan CBS yang terkenal itu pada saat ia meninggalkan Gedung Putih, sebagai protes karena ia telah dibohongi oleh dinas rahasianya sendiri. Kata-kata yang disampaikannya itu tentu saja telah dihapus.
Pada tanggal 30 Mei 1975, televisi ABC akhirnya mengungkap buktinya dalam wawancara selama satu jam dengan Frank Sturgis ini, yang sebelumnya adalah salah seorang intelijen yang dipercaya Fidel Castro, tetapi ia sebenarnya bekerja sebagai agen rahasia CIA. Segera setelah penyiaran wawancara ini, CIA menerbitkan bantahan secara resmi, menyangkal bahwa
| |
| |
Sturgis pernah bekerja untuk CIA. Hal ini jelas dusta yang lain, karena ada memo resmi sebelumnya dari sebuah percakapan dengan Direktur CIA William Colby, yang mengatakan dengan istilah lain, bahwa ‘Selama beberapa tahun ini nama Sturgis tidak tercantum dalam daftar gaji CIA.’ (‘The American Police State’, hlm. 179). Sementara itu, dalam acara di ABC tersebut Sturgis membeberkan rincian mengenai peran sertanya atas nama CIA dalam serangkaian persekongkolan untuk membunuh Fidel Castro.
Tanggal 28 Juni 1972, Jenderal Vernon Waters, saat itu menjabat Wakil Direktur CIA, menulis memo mengenai kunjungannya ke James Dean di Gedung Putih, antara lain membicarakan cara yang terbaik untuk menutupi keterlibatan CIA di Chili. Dean mengira bahwa Bernard Barker-lah, agen CIA yang merampok di kantor Dubes Letelier. Walters mcncatat dalam memonya, bahwa ia meyakinkan Dean ‘bahwa Barker sudah tidak lagi digaji oleh CIA selama dua tahun terakhir ini’. Belakangan, Komisi Intelijen Senat (Senate Intelligence Committee) di bawah pimpinan Senator Frank Church, menyelidiki semua tindakan CIA yang gelap dan ilegal dan ia dibujuk oleh pemerintahannya Presiden Gerald Ford agar ‘tidak menggali masalah pencurian dan perampokan beberapa (lebih dari satu!) kedutaan asing tertentu,’ demikian ditulis David Wise. (hlm. 181).
Pembaca Indonesia seyogyanya menyadari bahwa skenario untuk melaksanakan makar terhadap para kepala negara asing mengikuti skenario CIA yang baku. Mula-mula, semua yang terlibat disumpah untuk tidak membocorkan rahasia. Mereka yang ternyata cenderung akan merugikan biasanya
| |
| |
langsung ditembak mati atau terbunuh dalam kecelakaan mobil, seperti Werner Verrips yang tahu terlalu banyak, dan berbicara terlalu banyak mengenai rencana CIA untuk sebuah makar di Jakarta dan dilenyapkan sebagai risiko seorang agen rahasia pada tanggal 4 Desember 1964. Dua di antara sahabat pribadinya, Jenderal Parman dan Jenderal Pandjaitan juga dibunuh pada saat makar yang berlangsung di Jakarta tanggal 30 September - 1 Oktober 1965.
Seperti halnya dengan berbagai tindakan keintelijenan atau pembunuhan rahasia, biasanya diperlukan waktu bertahun-tahun sebelum orang beroleh gambaran selangkah demi selangkah mengenai apa yang sebenarnya terjadi. Baru pada tahun 1999 Washington membuka sebanyak 5.800 dokumen yang pertama, mengenai apa yang sebenarnya terjadi dalam kup yang didalangi CIA terhadap Salvador Allende di Chili. Departemen Luar Negeri menyediakan 5.000 dokumen untuk diserahkan kepada para peneliti, yang 800 lainnya berasal dari CIA dan Pentagon. Menurut berkas-berkas dokumen tersebut, pemerintah Pinochet telah membunuh 3.000 orang komunis dan orang yang diduga berhaluan kiri, sama seperti Soeharto yang meluncurkan gerakan perburuan ke seluruh pelosok negerinya terhadap anggota PKI dan pengikut setia Bung Karno pada tahun 1965-1966 di Indonesia. Selain itu, 200.000 warga Chili dikirim ke kamp konsentrasi di Pulau Dawson - kembaran Pulau Bum - di Chili, tempat yang dipakai Soeharto untuk menahan lebih dari 100.000 warga Indonesia, sering sampai puluhan tahun. Junta fasis di Indonesia ini memberikan ‘cap’ pada surat kenal diri atau kartu penduduk dari mereka yang dikembalikan ke masyarakat, untuk membuat kehidupan mereka
| |
| |
tetap sengsara sekembalinya mereka ke ‘alam bebas’. Komplotan Soeharto mencontoh siasat yang digunakan Adolf Hitler yang memaksa warga Yahudi memakai bintang berwarna kuning.
Pinochet mohon bantuan Washington, dan ia diberi pedoman yang disetujui Kissinger, mengenai cara membangun kamp konsentrasi. Ia juga diberi daftar orang yang harus dibunuh oleh CIA, dan siapa orang Chili yang harus dibunuh terlebih dahulu. Baru pada tanggal 23 Mei 1990, Robert Martens, seorang mantan diplomat Kedutaan AS di Jakarta, bersaksi di Washington mengenai daftar yang mirip seperti itu, berisi 5.000 nama yang diberikan CIA kepada Soeharto, yang dianggap mengawali pembunuhan masal yang dipimpin Jenderal Sarwo Edhie dan lain-lainnya di tahun 1965-1966 di Indonesia. (lihat: ‘Het Land der Blinden’, Willem Oltmans, Papieren Tijger, Breda, 2001).
|
|