Bung Karno Sahabatku
(2001)–Willem Oltmans– Auteursrechtelijk beschermd
[pagina 260]
| |
Jakarta (6)Tanggal 5 Oktober 1966 untuk memperingati hari ABRI, diadakan parade militer di parkir timur Senayan. Bersama tim NTS saya telah hadir sejak pukul 07:30. Tribune berangsur dipenuhi orang. Jenderal Nasution datang dalam seragam lengkap. Dia duduk sendiri dan tamu-tamu lain menghindarinya. Ambasador Belanda, mr.E.L.C. Schiff datang juga dan yang mengherankan, saya melihat juga dr. Emile van Konijnenburg dari KLM mengambil tempat di tribun. Setelah tingkah polah kelompok Paul Rijkens dengan agen CIA Werner Verrips, dan kejadian-kejadian yang menghebohkan sebagai akibatnya, selama beberapa tahun saya mengabaikan Pak Kelinci dan tidak lagi bertemu dengannya. Maka saya memutuskan untuk mengabaikannya dan menganggapnya sebagai angin. Tetapi tidak demikian jalan pikiran Bung Karno. Presiden mengusahakan agar kami dapat bertemu kembali sebagai tamunya dan melanjutkan tali persahabatan kami. Hal itu saya pelajari sebagai suatu pelajaran Jawa yang menganggap bergaul dan saling | |
[pagina 261]
| |
berhubungan yang didasarkan atas rasa saling memaafkan, memegang peranan penting dalam jiwa Indonesia. Menjelang pukul 09:00 Jenderal Soeharto beserta petinggi staf siap menerima kedatangan kepala negara. Bung Karno datang dengan helikopter militer, pindah memasuki sebuah Cadillac yang mengantarkannya ke depan tribun penghormatan. Ia mengambil tempat dibawah tenda, diapit oleh Soeharto dan para komandan Angkatan Udara, Laut dan Polisi. Saya perhatikan secara khusus tingkah laku Soeharto terhadap panglima tertingginya, karena saya mendengar banyak pada hari-hari itu. Ketika presiden akan menghisap rokok, Soeharto dengan cepat menyulutnya. Tidak ada satu pun tanda yang menunjukkan bahwa ada sesuatu diantara mereka. Ketika presiden mengenaliku di antara tim televisiku, dia melambaikan tangan isyarat untuk mendekat, seperti yang selalu dilakukannya selama itu. Saya salah tingkah terutama karena saya telah bertahun-tahun tidak berada di negeri ini - ketika saya melewati garis pemisah dan menaiki semua anak tangga podium itu. Semua mata memandangi si ‘Belanda’Ga naar voetnoot1. yang disalami dengan ramah oleh presiden. Bung Karno mem-perkenalkanku dengan Soeharto dan rekan-rekan sejawatnya. Presiden Soekarno mengundang saya ke istana malam itu karena akan diadakan resepsi. Ketika saya berbalik, saya dengar Bung Karno berkata kepada Soeharto, ‘amat menyedihkan bahwa orang itu selama bertahun-tahun tidak boleh memasuki negeri ini. Dia seorang | |
[pagina 262]
| |
wartawan yang baikGa naar voetnoot2.. Kolonel Sutikno kemudian berkata, ‘Seharusnya kamu langsung berkata kepada Bapak, bahwa tentara-lah yang memanggilmu kembali ke Indonesia’. Pertemuan kembali dengan Bung Karno ditayangkan live (langsung) pada televisi di Indonesia. Kamera menyoroti presiden yang melambaikan tangan padaku. Boes Suwandi bercerita, ‘Kami semua mengira, yang akan muncul adalah seorang gadis jelita, yang tampak malah kamu!’. Dr. Mohammad Hatta juga mengikuti tayangan itu dan tentu mempunyai pendapatnya sendiri tentang hal itu, sekalipun film dari NTS mengenai dirinya tetap terlaksana. Seperti biasa, Presiden Soekarno mengucapkan pidato yang berlangsung selama 45 menit. Usianya 65 tahun saat itu, tetapi hal itu sama sekali tidak tampak dari penampilannya ketika menyampaikan pidatonya yang berapi-api penuh semangat itu. Barisan pasukan di lapangan, para undangan di tribun kehormatan dan terutama para jenderal dan laksamana tidak menunjukkan emosi apa pun pada wajahnya. Sementara itu Bapak membeberkan gagasan-gagasannya yang lambat laun tampak bertolak belakang sekali dengan gagasan-gagasan yang dicanangkan ‘Orde Baru’ bagi negeri ini. Tetapi semua orang mendengarkan pidatonya penuh hormat seperti layaknya yang dilakukan terhadap ‘bapak rakyat’ selama ini. Rupanya Bung Karno belum menyadari benar, betapa besar dampak racun yang telah ditanamkan klik Soeharto selama setahun ini dalam otak dan benak orang Indonesia. Secara kasat mata | |
[pagina 263]
| |
hal ini tidak tampak, tetapi di dalam hati sebagian besar orang penting yang hadir pada pagi itu telah terjadi Umver-tungaller Werte (perubahan radikal) mengenai pendapat mereka terhadap kepala negaranya. Tentu saja Bung Karno tidak menyadari bahayanya. Setelah empat puluh tahun menjalani secara cermat jalan politik bebas, baik nasional antara anak sendiri (PNI) dan anak tiri (PKI), maupun internasional antara Moskow, Washington dan Peking, dia sama sekali tidak bisa membayangkan bahwa sekarang amat sangat banyak orang Indonesia menuduhnya memihak PKI. Sebab itulah pesan utama yang ditekankan para jenderal yang melaksanakan coup itu. Kebohongan itulah yang hendak ditanamkan CIA pada rakyat Indonesia dan permintaan CIA itulah yang ditaati Soeharto dan para pengkhianat yang terkumpul di sekitarnya. Orang bisa mengatur bahwa pada tahun-tahun 1966-1967 sebagian besar rakyat Indonesia -secara tidak benar-untuk pertama kalinya mempertanyakan kepemimpinan Bung Karno. Secara menyindir Bung Karno berbicara tentang teman-teman senegaranya yang menderita komunisto-fobi, suatu kenyataan yang lebih merisaukan para hadirin. Malam harinya, saya bersama tim NTS sudah lebih awal menuju Istana Merdeka. Penjagaannya masih tetap terdiri dari orang-orang yang sama seperti tahun 1957, ketika saya terakhir kali berada di sana. Jenderal Suhardjo Hardjowardojo yang telah tua rupanya berhasil mengatasi tahun-tahun 1965-1966 yang begolak itu. Peraturan-peraturan pada acara resmipun masih sama. Begitu Bung Karno menampakkan diri, | |
[pagina 264]
| |
lagu kebangsaan diperdengarkan. Kemudian presiden bergabung dengan para undangan di halaman istana. Saya bertemu kembali dengan banyak kenalan lama. Jenderal Soeharto yang sebenarnya sudah memegang tampuk pemerintahan, walaupun saya saat itu belum memahami benar secara keseluruhan, dengan sengaja tidak menampakkan diri. Saya melihat dia berbicara lama sekali dan secara pribadi dengan sahabat khusus Bapak, Johannes Leimena. Seperti Subandrio, Leimina juga seorang dokter. Tidak seperti Soeharto yang sebenarnya tidak mengenal presiden, Leimena mengenal Soekarno selama bertahun-tahun, dan sejak kemerdekaan dia hampir selalu menjadi bagian dari pemerintahan. Seperti setiap pesta yang diadakan di istana, kali ini pun diadakan acara dansa. Selama bertahun-tahun Duta Besar Amerika Serikat Howard Jones selalu menjadi orang pertama yang mulai dansa karena presiden memintanya berdansa dengan isterinya. L.B.J. telah mengganti Jones dengan Marshall Green, yang setelah terjadinya coup menjauhi istana karena sebab-sebab yang mudah ditebak. Malam ini duta besar kami, Schiff yang menjadi pilihan presiden untuk memulai acara dansa itu. Saya menganggapnya tepat untuk segera mengikutinya sehingga saya mendekati seorang wartawati koran Amerika Esguire untuk mengajaknya dansa. Untuk beberapa saat Schiff dan saya berputar-putar untuk memancing yang lain ikut berdansa dipandangi oleh semua tamu undangan. Walau suasana di istana saat itu menegangkan saya yang di tahun lima puluhan mengalami masa-masa yang menyenang- | |
[pagina 265]
| |
kan, merasakan situasi ini sungguh tidak menyenangkan. Sahabat lama saya Jenderal Sugandhi ada juga di pesta itu. Dia telah memilih berpihak pada kelompok SoehartoGa naar voetnoot3.. Dia bercerita bahwa dia sudah menerbitkan sebuah koran dengan oplag 1 juta eksemplar sehari. Dia mengatakan bahwa dia menyediakan 24 jam sehari untuk melayani saya, baik di kantor maupun di rumah bila saya membutuhkan pandangannya mengenai perkembangan-perkembangan. Saya tidak sampai memanfaatkan kesempatan itu, suatu hal yang sekarang saya sayangkan. Saat itu saya tidak punya cukup waktu untuk menghasilkan dua dokumenter, sebab dari materi yang kami hasilkan telah disusun dua program NTS, Orde Baru I dan II, yang masing-masing berdurasi lima puluh menit. Saya mau dengar bahwa Mohammad Hatta bukan satu-satunya orang yang membujuk Bung Karno untuk sementara waktu tinggal di Riviera Perancis, seperti mantan kaisar China, Bao Dai. Menteri Luar Negeri Adam Malik telah meminta hampir semua orang di sekitar Bung Karno untuk membujuk Bung Karno pergi ke luar negeri. Orang-orang Indonesia itu sungguh belum mengenal pemimpin mereka! Bapak adalah orang terakhir yang akan menghindari musuh-musuhnya dalam jebakan seperti ini. Yang aku kesalkan adalah bahwa setelah membuat dokumentasi mengenai pesta di istana itu, rekan-rekan kerabat kerja NTS menganggap tugasnya selesai. Mereka ingin kem- | |
[pagina 266]
| |
bali ke hotel. Saya bimbang: tinggal dan berbincang-bincang dengan teman-teman atau sebagai rasa solidaritas ikut kembali bersama teman-teman. Saya ikut pulang, tetapi sebenarnya saya harus tetap tinggal. Bukankah saya baru saja menemukan kembali apa yang sebenarnya terjadi di negeri ini? Tanggal 6 Oktober 1966, pagi-pagi sekali kami sudah berada di Tanjung Priok dengan kamera kami. Bung Karno akan mengadakan inspeksi armada. Kali ini dia juga berangkat dari istana dengan helikopter dan disambut oleh Jenderal Soeharto dan sejumlah laksamana dan jenderal. Di atas geladak sebuah kapal selam, di dadanya disematkan sebuah peniti emas untuk jasa-jasanya bagi revolusi dan negara. Ada suatu demonstrasi dari pasukan katak dan sepuluh buah kapal perang lewat beriringan. Presiden memberi sambutan pada para marinir dan dia berada dalam kondisi top, seperti yang saya kenal darinya. Malamnya di hotel saya ditelepon Emile van Konijnenburg yang memberitahukan bahwa kami berdua ditunggu makan pagi di istana keesokan harinya. Presiden tahu bahwa saya selama beberapa waktu sudah tidak akur dengan Pak Kelinci, sebab pada malam pesta itu dia sudah menyinggung-nyinggung tentang akan mengadakan sebuah pertemuan ramah-tamah yang menimbulkan reaksi padaku akan menyambut pertemuan ini dengan gembira agar bisa bertemu muka dengan tuan ini setelah kejadian-kejadian pada tahun-tahun sebelumnya di sekitar kelompok Rijkers dan rekan CIA mereka Werner Verrips. | |
[pagina 267]
| |
Tanggal 7 Oktober 1966. Pagi-pagi sekali ajudan Bam-bang Widjanarko mengingatkan saya kembali bahwa presiden menunggu saya di teras belakang istana pukul 07:00 tepat untuk bersantap pagi bersama. Bersama Van Konijnenburg kami menuju ke istana dalam sebuah mobil KLM. Pak Kelinci membagi-bagi rokok ber-slof-slof kepada penjaga istana, suatu tindakan yang cocok benar dengan pribadinya. Bung Karno mengenakan kemeja longgar, bersandal dan tanpa piciGa naar voetnoot4. menunggu kami. Pagi itu baru saja ada berita bahwa temannya, Laksamana Martadinata mendapat kecelakaan di Puncak Bogor dengan sebuah helikopter-Alouette Perancis. Seorang asisten membawakannya sehelai kertas. Ia langsung ingin menulis surat kepada jandanya. Laksamana Martadinata masih mengikuti semua acara dalam rangka hari Angkatan Bersenjata. Ia berhenti di Puncak untuk istirahat dan minum. ‘Memang sukar bagi sebuah pesawat seperti itu untuk lepas landas pada ketinggian 2200 meter’ kata presiden yang menyamakannya dengan Mexico City. Ia ingin tahu apakah Martadinata duduk di sebelah kiri atau sebelah kanan di dalam pesawat itu. Presiden menandatangani suratnya dan mengatakan kepada ajudannya, ‘Bung, kirimkan surat ini secara pribadi kepada Nyonya Martadinata’. Untuk sarapan pagi disuguhkan teh, kopi, roti bakar yang kadang hitam terbakar dan isi roti yang tidak banyak jenisnya. Suguhan yang disajikan pagi itu sebagai sarapan sungguh sangat sederhana. Kebiasaan Bung Karno ialah untuk | |
[pagina 268]
| |
menjamu segala jenis tamu pada pagi hari antara lain saya bertemu dengan Pendeta Visser't Hooft dari Dewan Gereja Dunia. Tapi yang sering saya temui adalah kenalan-kenalan dan sahabat-sahabat presiden, para diplomat, jenderal, wartawan, selalu suatu kumpulan orang yang sangat berbeda tugas dan pekerjaannya, karena itulah yang disukainya. Dengan demikian topik pembicaraan sangat bervariasi. Soekarno adalah seorang yang selalu bertanya dan selalu ingin tahu apa yang dilakukan dan dipikirkan orang dan mengapa mereka melakukannya. Dan sementara tanya jawab berlangsung saya mendengarkan dengan cermat terutama untuk menangkap ucapan-ucapan jawaban presiden sendiri, sebab bagiku dialah satu-satunya tokoh yang penting di antara tamu-tamunya, yang saling berebut dan berusaha untuk menyenangkan hatinya dan menyampaikan kata-kata yang sekiranya ingin dia dengar. Seorang anggota pasukan para datang membawa dokumen-dokumen untuk ditandatangani. Sambil menandatangani, Presiden berkata kepada kami, ‘Presiden Lyndon Johnson menandatangani surat-surat negara di belakang sebuah meja besar didampingi seorang sekretaris yang buruk rupa’. Ini mengingatkannya kepada Kennedy/JFK, dan kedua kunjungannya ke Gedung Putih ketika Kennedy masih menjadi presiden. Dalam pembicaraan-pembicaraan di dalam Oval Office yang termasyur itu, posisi Indonesia dalam kontroversi Barat-Timur terangkat. Dengan acuh presiden menceritakan suatu detail, yang selama bertahun-tahun saya cari artinya. Duta Besar Indonesia di Washington, dr. Zairin Zain pernah | |
[pagina 269]
| |
bercerita kepadaku bahwa pada pertemuan itu Bung Karno dan JFK ‘berbicara di bawah empat mata’ (lihat halaman 109). ‘Saya dengan senang hati mau mengatakan di mana kedudukan kami,’ begitu kata presiden Soekarno, ‘tetapi di dalam kamar tidur Anda’. Presiden tahu betul bahwa kamar kerja JFK dilengkapi dengan aparat pendengar yang sangat canggih. Kedua pemimpin itu kemudian benar-benar pergi berdua dengan akrab. Soekarno membeberkan dengan panjang lebar mengenai arti sikap non alignment (non blok) bagi Indonesia, dan kepada saya dia berkata, ‘Bayangkan Wim, kami berdua duduk di pinggir sebuah ranjang, kamu tahu kan, sebuah ranjang tanggung yang berkaki tinggi’. Dari percakapan dengan Bung Karno itu, JFKGa naar voetnoot5. mengambil kesimpulan bahwa dari pihak Indonesia dan Soekarno tak perlu ada yang ditakutkan dalam hubungannya dengan kemungkinan beraliansinya dengan Cina komunis. Pembicaraan di Gedung Putih itu menjadi penyebab renggangnya hubungan selama beberapa tahun antara Washington dan Jakarta. Pemerintahan Eisenhouwer-Dulles telah berusaha habis-habisan pada tahun 1958 untuk menjatuhkan Soekarno dengan mengadakan intervensi CIA di Sumatera dan Indonesia Timur. Dengan terpilihnya presiden Kennedy terjadi periode ketenteraman sementara. Pembunuhan di Dallas sekali lagi mengacaukan ketenteraman itu. Kebalikan dari JFK, LB J kembali mengikuti tuntunan CIA. Pada pagi itu Presiden bertanya kepada kami, ‘Mengapa | |
[pagina 270]
| |
Marshall Green belum juga kembali dari Washington? Apa sebenarnya hubungan orang itu dengan CIA?’ Saya bercerita pada presiden bahwa saya telah berbicara dengan Marshall Green di State Department di Washington sejak tahun 1958Ga naar voetnoot6.. Karena dia menjadi dutabesar di Seoul saat terjadi coup terhadap Synghman Rhee, maka mungkin dengan cepat Green mendapat reputasi untuk muncul sebagai duta besar di suatu negara dimana telah diadakan persiapan-persiapan untuk mengadakan perebutan kekuasaan oleh elemen-elemen yang pro Amerika di koran-koran dan publikasi lainnya. ‘CIA itu telah mengambil keuntungan dari kekacauan yang terjadi di delapan negara’, lanjut presiden. ‘Presiden Gamal Abdel Nasser juga telah memperingatkan saya. Dia telah mengirimkan seorang jenderal yang mendapat tugas untuk menemui dan berbicara dengan saya pribadi, dan bukan dengan orang lain. Di beberapa negara Arab telah ditemukan dokumen-dokumen tertentu. Sehari kemudian Duta Besar Siria juga menemui saya untuk memperingatkan saya tentang adanya kemungkinan aktivitas-aktivitas CIA di Indonesia. Kamu harus melanjutkan penyelidikanmu, Wim. Tahukah kamu, misalnya, siapa yang berada di belakang mahasiswa-mahasiswa KAMIGa naar voetnoot7. itu? Mereka anak-anak yang kurang ajar’ kata Bung Karno. Pemuda-pemuda itu kemudian memang saya temui dan membuat film dokumenter mengenai mereka. | |
[pagina 271]
| |
Pada pagi itu ada lagi seorang Belanda yang hadir, seorang kenalan lama Bung Karno, yang namanya Jaap Kruisweg. Ketika dia muncul, presiden memperkenalkannya sebagai seorang ‘penyamun’. Mereka saling mengenal sejak tahun 1938, ketika Soekarno dibuang ke Bengkulu. Jaap adalah seorang yang sudah lebih tua, berbadan besar, yang dalam jip terbukanya membahayakan lalu lintas di Jakarta. Saya pernah diantarkan ke Hotel Indonesia, yang merupakan pertama dan terakhir kali saya ikut menumpang mobilnya. Jaap adalah seorang ‘totok’Ga naar voetnoot8. tulen. Rupanya menurut perasaannya pada hari-hari itu Presiden sudah sampai pada ‘pointofno return’ dalam hidupnya. Dia dikonfrontasikan dengan sebuah negara keempat terbesar di dunia, yang berada dalam suatu fase perubahan yang menentukan dari sebuah jajahan Belanda sampai tahun 1945, ke negara harimau Asia yang ultramodern pada tahun 1995 saat Republik berusia lima puluh tahun. Dari pemimpin dunia negara-negara non-Blok saat Perang Dingin antara negara-negara adikuasa Amerika dan Uni Soviet, Soeharto dan antek-anteknya yang didukung dan didorong Washington dan CIA telah mengubah haluan secara definitif, sehingga Indonesia untuk selanjutnya bisa dimasukkan ke dalam kubu Barat. Soeharto dan antek-anteknya tidak merasa bersalah telah mengorbankan satu juta manusia dan mungkin lebih dalam melaksanakan perubahan itu. Bung Karno melawan sekuat tenaga, tetapi Soeharto bertindak dengan dukungan senapan- | |
[pagina 272]
| |
senapan otomatis dan peluru bagi regu-regu penyerangnya. Ketika drama ini berlangsung, presiden mengundang teman-teman dan kenalan-kenalan lamanya, seperti Jaap Kruisweg, untuk makan pagi bersama dan mengungkap kembali kenangan-kenangan lama yang dekat di hatinya. |
|