Bung Karno Sahabatku
(2001)–Willem Oltmans– Auteursrechtelijk beschermd
[pagina 156]
| |
Perserikatan Bangsa-Bangsa (1962)Sementara itu perundingan-perundingan mengenai Irian Barat dimulai di Middleburg, Virginia. Sampai saat itu Jhr. Mr. J.L.R. Huydecoper van Nigtevecht tanpa diragukan telah menerbitkan laporan yang paling berharga mengenai pelaksanaannya, berkat dukungan dana dari Pangeran Bernhard.Ga naar voetnoot.1 Saya mengenal Huydecoper tahun 1957 sebagai seorang diplomat muda di Jakarta. Dia berada di sana dari tahun 1956 sampai 1959. Karena pada masa itu hubungan resmi tidak ada, yang jelas tidak dengan Presiden Soekarno sendiri, dia tidak pernah mendapat kesempatan untuk bertemu secara akrab dengan pemegang kekuasaan yang tertinggi di Indonesia. Akibatnya tentulah dalam retrospeksi mengenai studi ini, ia mengemukakan hal-hal yang sama sekali | |
[pagina 157]
| |
tidak benar mengenai Presiden pertama Republik Indonesia itu. Huydecoper misalnya mengatakan, Bung Karno adalah ‘seorang pribadi yang wataknya tak dapat diperhitungkan’, ini menurut contoh yang diambilnya secara acak. Diplomat Belanda itu berusia empat tahun ketika Bung Karno lulus sebagai insinyur-sipil di Bandung dan memulai peijalanan suci untuk membebaskan negerinya dari kolonialisme. Saya kira, Soekarno tidak akan bisa menjadi bapak suatu bangsa apabila ia tidak memiliki karakter yang amat teguh dan ketabahan besi untuk melaksanakan perjuangannya melawan imperialisme sampai titik terakhir. Bila Huydecoper berulang kali mengatakan Bung Karno yang pemah mengatakan bahwa dia adalah seorang ”fanatikus Irian Barat”, maka itu menunjukkan bahwa ia sama sekali tidak tahu dan tidak memahami siapa sebenarnya pemimpin Revolusi Indonesia itu. Kalaupun ia pernah mengatakannya, maka itu dimaksudkan sebagai suatu ejekan. Seorang fanati-kus tidak akan mempertimbangkan dengan masak-masak dari Tahun 1945 sampai 1962, bagaimana dapat membebaskan bagian daerah Irian Barat dari cengkeraman Den Haag tanpa peperangan. Bung Karno, si fanatikus itu adalah pemimpin pertama dan terakhir Indonesia baru ini yang benar-benar peduli untuk mengakhiri masa lalu dan pada tahap pertama mengadakan awal bara justru dengan Belanda. Segi inilah dari alam pikiran Bung Karno yang juga tidak diketahui mantan Dubes Huydecoper. Sebaliknya saya mengetahui betul, seperti juga Paul Rijkeus, Koos Scholtens, Emile van | |
[pagina 158]
| |
Konijnenburg, Cornelis Velorme, Diamantair Asscher dan teman-teman sebangsaku yang lain, yang pada tahun-tahun yang sulit itu bisa berhubungan dengan dia, sependapat dengan saya. Tetapi peribahasa yang mengatakan bahwa lebih mudah membelah atom daripada praduga,Ga naar voetnoot2. bagi Huydecoper tentu berlaku. Zairin Zain juga berpendapat sama mengenai analisis karakter yang selanjutnya tentunya juga keliru seperti Hyudecoper mengenai pendapatnya tentang Soekarno. Zein dikenalinya karena duta besar di Washington erat hubungannya dengan perundingan-perundingan yang diadakan di Middelburg itu. ‘Tntervensi Zain’, demikian kata Huydecoper, ‘karakter lain sama sekali’. Selalu menonjol dalam ketajaman malah kadang-kadang dalam kekasaran berbahasa. Sering penuh dengan tuduhan kepada Belanda berhubung dengan kejahatan-kejahatan yang riil dan kejahatan yang tidak benar yang telah dilakukan pada masa lalu. Akibatnya, hampir selalu perundingan-perundingan kemudian bersuasana canggung dan melenceng dari tujuan konstruktif. ‘Saya kira’, demikian Huydecoper, ‘ada dua penjelasan mengenai tindakannya itu. Pertama, Zain takut dituduh terlalu pro-Belanda oleh teman-teman sebangsanya karena telah lama dan banyak berhubungan dengan negeri saya. Kadang-kadang ketakutannya itu disampaikan juga kepada kami. Nada agresif itu tak pernah ia perdengarkan kepada kami bila tak | |
[pagina 159]
| |
ada orang Indonesia di sekitar kita’. Huydecoper menggambar sebuah karikatur Zairin Zain, yang sama sekali bertolak belakang dengan gambaran saya tentang orang Batak yang saya kenal lebih dari dua puluh tahun itu. Berulang kali ia menandaskan bahwa pendirian-pendirian Belanda dan Indonesia yang ditujukan bagi telinga Barat harus diuraikan dengan jelas. Dibandingkan dengan perunding-perunding lain masa itu, seperti Sudjarwo, Malik atau Sukardjo Wirjopranoto, di masa Huydecoper, Zain memang berbahasa kasarGa naar voetnoot3.. Tetapi praduga bahwa Dubes Zain ketakutan akan dituduh pro Belanda, adalah pendapat yang tidak masuk akal, yang sama sekali tidak beralasan. Zain adalah orang yang jujur dan langsung akan mengatakan maksud dan tujuannya dan bukan ‘pintar-busuk’Ga naar voetnoot4. seperti yang digambarkan oleh Huydecoper. Diplomat Belanda dan psikolog amatiran ini menyiapkan ‘makanan yang tak dapat dicerna’, tentang teman sejawatnya. Tanggal 15 Agustus 1962 persetujuan mengenai Irian Barat ditandatangani di ruang Dewan Keamanan PBB di New York. Luns menyerahkan urusan kapitulasi kepada duta besarnya di Washington, dr. JH van Royen. Dari tribun yang disediakan bagi pers, saya menyaksikan berakhirnya drama Irian Barat ini dan menyadari bahwa tujuh belas tahun yang diperlukan Den Haag untuk menyadari realitas-realitas baru di Asia, dan menghadapi kenyataan itu, ditambah dengan sebuah tendangan pada bagian belakang Tuan Luns dari JFK, sebab kalau tidak, | |
[pagina 160]
| |
pada 15 Agustus 1962 itu akan terjadi pertumpahan darah secara besar-besaran. Mula-mula PBB akan melaksanakan mandat dalam waktu yang tidak terlalu lama, tetapi kemudian merah-putih akan dikibarkan secara permanen di sana. Tahun 1962, di samping menyelesaikan urusan Papua, Soekarno masih harus menghadapi hambatan lain. Tangan kanannya, teknokrat Ir. Djuanda, meninggal secara mendadak. Mereka berdua justru baru saja menyusun rencana-sekian tahun (DEKON) untuk perubahan ekonomi-finansial. Setelah meninggalnya Djuanda, atas kedudukannya sebagai Menteri Pertama, Bung Karno membentuk trio, yang terdiri dari Subandrio, Chaerul Saleh dan Johannes Leimena. Sejak bertahun-tahun presiden mengira bahwa lingkungannya yang terdekat terdiri dari para pejuang yang bermotivasi tinggi dan mempunyai keterikatan yang kuat kepada bangsa seperti dirinya. Dalam prakteknya, ketiga pejabat yang disebut tadi saling membenci dan saling tidak menyukai. Tambahan pula Subandrio dan Saleh saling berebut untuk mengganti Soekarno. Di samping itu keresahan makin menjadi-jadi dalam tentara Indonesia, yang bukti-buktinya selalu disampaikan kepada saya oleh kurir khusus Jenderal Nasution, Ujeng Suwargana, tanpa saya minta. Saya bawa dia ke restoran favoritku di Greenwich Village, ‘Finale’ yang mempunyai taman di dalam, penuh meja kursi untuk makan malam. Dari pertemuan itu jelas bagi saya bahwa telah dibentuk ‘Dewan Jenderal’Ga naar voetnoot5. dengan tujuan khusus untuk | |
[pagina 161]
| |
menjatuhkan Bung Karno. Jenderal Nasution akan menjadi Presiden Republik. Atas pertanyaan saya kapan coup-tentara itu akan dilaksanakan di Jakarta, jawabnya hanyalah: ‘Wait and see!’. Informasi itu segera saya sampaikan kepada Duta Besar Sukardjo Wirjopranoto, yang sangat terkejut ketika mendengarnya. Tahukah dia siapa Ujeng itu? ‘Ya’, jawabnya, ‘seorang yang terlalu banyak bicara’. Sukardjo menyarankan agar saya jangan mempedulikannya. ‘Apakah Bung Karno tidak perlu diberitahu?’ tanyaku. ‘Presiden mengetahui semua,’ jawab duta besar. Tetapi soal itu tidak lepas dari pikiran saya. Beberapa minggu kemudian datang seorang teman lain ke New York, Kolonel Sriamin, yang berkecimpung dalam industri kina di Indonesia. Saya bawa dia ke restoran yang sama. Dugaan bahwa perwira-perwira tinggi Indonesia berniat untuk menggulingkan negara, sesuatu yang amat menggelikan. ‘Tidak mungkin! Dari mana Anda dapat berita tak benar itu?’ Tetapi Sriamin tidak mengenal Ujeng Suwargana, apalagi mengetahui bahwa orang tersebut adalah tangan kanan Nasution. Soal itu tetap mengusik saya. Lagi-lagi saya ke duta besar Sukardjo Wirjopranoto, yang sekarang baru mau mengirimkan suratku untuk presiden lewat kurir diplomatik. Tanggal 28 Juni 1962 saya memberikan ceramah di Universitas Wisconsin di Madison. Saya bercerita kepada para mahasiswa bahwa menurut keterangan yang berasal dari lingkungan Nasution, di Jakarta sedang dipersiapkan suatu coup oleh tentara. Associatied Press menyebarluaskan | |
[pagina 162]
| |
intisari ceramah saya itu. Jakarta menyangkal dengan sengitGa naar voetnoot6.. Seorang juru bicara tentara juga ikut dalam ‘kegegeran’ ini. Yang mencolok beberapa minggu kemudian Nasution dipindahkan ke tugas yang lebih bersifat seremonial dan Jenderal Yani ditugaskan memimpin Angkata Darat. Selama tahun 1962-1963 Soekarno mencari keseimbangan antara demokrasi banyak bicara dan konsep ‘demokrasi terpimpin’ yang mengandalkan pemerintahan dengan tangan besi. Sebenarnya yang berdinas penuh dalam negara adalah kabinet presidentil dan Dewan Pertimbangan Agung. Presiden sibuk mengurusi tuan-tuan yang saling bertengkar dan selalu mengingatkan mereka, seperti yang ditulisnya dalam Otobiografinya, ‘Saya tidak mau ada rame-rame di sini. Cobalah sekali-sekali buka baju partaimu dan tinggalkan di rumah’, begitu kata-katanya. ‘Yang penting di sini ialah membangun negara ini. Masukkanlah baju partai kalian dalam air pemutih’. Hambatan yang tak terelakkan terjadi tahun 1963, yakni terbunuhnya Kennedy di Dallas. Bung Karno berinvestasi besar-besaran pada Presiden Amerika yang muda ini. Dua kali dia berkunjung ke Washington. Robert Kennedy dua kali juga berkunjung ke Indonesia. Ini tidak berarti bahwa persekongkolan CIA di Indonesia berhenti, tetapi hubungan dengan Amerika Serikat mengalami fase yang relatif tenang, juga dengan adanya Howard Jones sebagai duta besar di Indonesia. | |
[pagina 163]
| |
Wafatnya Kennedy membawa perubahan-perubahan yang amat cepat. Masa penuh damai antara Washington dan Jakarta berubah dari hari ke hari. Segera setelah Gedung Putih ditimpa kemalangan, Lyndon B. Johnson menandatangani sebuah dekrit yang memenuhi permohonan yang amat didambakan CIA, yakni menahan komunisme yang muncul dari Cina di daratan Vietnam seperti yang terjadi di tahun lima-puluhan di Korea. Keputusan itu mengakibatkan bekerjanya mesin militer Amerika dengan penuh tenaga, yang oleh Bung Karno dianggap sebagai Lebensraum Indonesia yang langsung. Akhirnya sekarang orang-orang Belanda itu pergi dari daerah yang secara strategis amat penting -- termasuk kapal induk ‘Karel Doorman’-- dan sesegera itu pula para Yan-kee masuk untuk menyebar maut dan kesengsaraan. Operasi LBJ di Asia Tenggara amat dikutuk oleh Soekarno. Begitu juga Malaysia yang atas pilihannya sendiri tetap menjadi semi-koloni, yang pasti selama tentara bersenjata Inggris dan maskas-markasnya berada di daerah Malaysia. Sementara itu sebagai tetangganya, saya kemudian bersahabat dengan ‘Profesor’ Verrips. Awalnya ialah karena saya merasa bertanggung jawab atas orangtua saya yang waktu itu sudah berusia lanjut dan saya tidak akan mempertaruhkan hidup mereka terhadap bahaya apa pun karena perang gerilya dari pihakku terhadap mata-mata CIA itu. Dia menyampaikan kepadaku analisis yang terperinci tentang perkembangan di Indonesaia, yang secara mengejutkan menunjukkan bahwa dia amat banyak mendapatkan informasi. Menteri Subandrio digambarkan sebagai seorang yang licik dan sangat berbahaya | |
[pagina 164]
| |
-- yang bagi saya merupakan berita basi -- karena tindakannya membahayakan usaha Bung Karno, yang sesuai cara tradisional mencari jalan tengah untuk mengendalikan tentara dan PKI dalam koeksistensi yang bermanfaat. Keseimbangan politik antara tentaraGa naar voetnoot7. dan Partai Komunis Indonesia malah telah terputus. Karenanya, pemerintah Soekarno yang dalam laporan Verrips dilukiskan sebagai diktatur, dalam bahaya. Sejak September 1962, hal itu telah beredar sebagai rahasia. Masih harus berlangsung sampai 1965, jadi sampai keempat puluh tahun kepemimpinan Soekarno maka rumah kartu politik yang dirancangnya akan ambruk. Laporan CIAGa naar voetnoot8. yang diberikan ‘Profesor’ Verrips kepadaku, benar-benar merupakan perpanjangan percakapan-percakapan saya dengan Ujeng Suwargana, wakil Nasution. Tahun 1962, Kepala Negara Malaka, Filipina dan Indonesia bertemu di Manila untuk membicarakan perkembangan di Asia Tenggara saat itu. JFK masih jadi presiden dan perang Amerika besar-besaran di wilayah ini tidak diduga. Saat itu perhatian lebih besar pada terlaksananya Federasi Malaysia yang akan datang, yang terjadi dari sisa-sisa kolonialisme Inggris di wilayah itu. Telah disepakati bahwa koloni-koloni kerajaan Sabah dan Serawak, begitu juga protektorat Brunei dalam suatu referendum bebas menentukan hari depan mereka. PBB akan mengorganisasi referendumnya dan mengawasi pelaksanaannya. Jakarta dan Manila akan mengirimkan peninjau. | |
[pagina 165]
| |
Melanggar kesepakatan-kesepakatan itu serta dengan dukungan Washington dan London, Malaka melaksanakan niatnya, dan tanggal 16 Agustus 1963, Federasi Malaysia diumumkan tanpa diikuti Brunei. Soekarno sangat marah. Dengan fait accompli, Barat telah bertindak semaunya dan seenaknya sendiri melanggar kesepakatan yang telah dilakukan penguasa-penguasa Asia Tenggara secara bersama. Dengan tindakan itu Barat telah menekan Kuala Lumpur dengan tangan yang kuat, yang amat membantu rencana perang besar-besaran melawan komunisme di Vietnam. Bila mereka inginkan, Inggris bisa mempertahankan basis-basis militernya di Malaysia, seperti halnya Amerika yang memiliki basis-basis kekuatan udara dan armada yang kuat di Philipina. Menurut Soekarno bangsa-bangsa serumpun yang berada di Filipina dan semenanjung Malaysia belum bebas dan merdeka. Presiden Indonesia memanggil Howard Jones dan menandaskan kepadanya dengan kata-kata pedas bahwa mereka tidak sabar menunggu hasil referendum dan secara unilateral memproklamirkan sebuah negara bani di daerahnya, bertentangan dengan persetujuan yang telah disepakati bersama. Bukankah Indonesia merupakan faktor yang dominan di Selat Malaka? Bung Karno menganggap seluruh affair (urusan) itu sebagai suatu ‘persoalan prinsip’, seperti yang diungkapkan dalam Otobiografinya. Masa sudah lama lewat di mana penguasa-penguasa Barat, antara lain Amerika Serikat, bisa berbuat semaunya dan seenaknya di wilayahnya, apalagi masih tetap berkuasa di Kuala Lumpur lewat antek-anteknya. | |
[pagina 166]
| |
Tanggal 16 September 1963, Indonesia dan Filipina secara bersama mengumumkan bahwa mereka tidak akan mengakui Federasi Malaysia secara diplomatik. Akibatnya, kaum remaja melempari Kedutaan Indonesia di Kuala Lumpur. Tentu saja kaum muda Indonesia juga dengan segera menyerbu Kedutaan Malaysia dan Inggris. Duta besar Inggris Sir Andrew Gilchrist kemudian menyuruh atase militernya menaiki atap rumah untuk secara provokatif menyajikan sebuan konser doedelzak (alat musik tradisional). Tindakan tersebut menyulut kemarahan para penyerbu. Mereka mendobrak pagar dan membakar Rolls Roys duta besar. Ttanggal 17 September 1963, Malaysia memutuskan hubungan diplomatik dengan Indonesia. Tanggal 18 September 1963 suasana memuncak kembali dan kali ini kaum muda membakar Kedutaan Inggris. Itulah permulaan politik konfrontasi antaranegara tetangga Malaysia dan Indonesia, yang selama bertahun-tahun diberitakan dalam media Barat sebagai hasil pemikiran seorang Soekarno yang megalomanis. Juga dalam konfrontasi dengan Kuala Lumpur, secara prinsipiil dan fundamental Bung Karno benar. Tanggal 5 Oktober 1964, dalam perjalanan ke medan perang di Vietnam, saya mendarat di Kuala Lumpur. Suasana pada masa itu memang seolah negara ini masih diperintah oleh London. Saya mengunjungi Menteri Penerangan, Bin Abdul Rahman, seorang teman Duta Besar Zein yang sudah saya kenal sebelumnya di New York. Dengan sangat mengejutkan dia mengatakan kepada saya bahwa pemerintah Malaysia benar-benar takut, jangan-jangan Soekarno akan memperguna- | |
[pagina 167]
| |
kan argumen-argumen yang sama seperti yang diajukan saat pembebasan Irian Barat. ‘Kalian benar-benar tidak mengenal Bung Karno’, jawabku. ‘Bukan itu persoalannya. Persoalan dengan Irian Barat adalah bahwa Indonesia berjuang untuk kebebasan Irian Barat demi keutuhan Hindia-Belanda. Dia bukan seorang imperialis yang berwarna kulit sawo matang, yang bermaksud untuk menindas bangsa-bangsa serumpun. Yang dimaksudkan adalah kebebasan Malaysia. Kebebasan dari pengaruh-pengaruh Inggris dan Amerika di sini, apalagi dari basis-basis militer Barat. Tambahan pula negara Anda tidak menepati kesepakatan yang telah dibuat di Manila. Berdirinya Federasi Malaysia dirasakan sebagai serangan Barat terhadap negara-negara tetangga’. ‘Ya, tetapi duta besar Indonesia, Gusti Djatikusumo melakukan suatu operasi subversif yang sangat rahasia dengan nama sandi Zeus. Sudah berpuluh-puluh agen rahasia Indonesia yang masuk negara kami lewat Singapura. Apalagi Peking terang-terangan berpihak pada Soekarno yang menyebabkan bertambahnya rasa tak menentu di pihak kami’, jawab Menteri Rahman. ‘Tentu saja Cina mendukung tiap aksi yang bertujuan untuk mengakhiri kehadiran militer super power Barat dan mitra Inggrisnya di dalam lingkungan terdekat Cina dan Indonesia. Mengapa Malaysia tidak benar-benar berdiri sendiri dan masih terus berlindung di bawah payung Barat? Soekarno menginterpretasikan sikap itu sebagai suatu bentuk pengkhianatan terhadap Asia yang otonom dan bebas’. |
|