Bung Karno Sahabatku
(2001)–Willem Oltmans– Auteursrechtelijk beschermd
[pagina 111]
| |
Washington (1961)Tanggal 20 Januari 1961 John F. Kennedy (43) diambil sumpahnya di tangga gedung Capital dengan kata-kata I do soletnnly swear. Robert Frost (86) mendeklamasikan The Gift Outright. Marian Anderson menyanyikan lagu Star Spangled Banner. Seperti halnya Soekarno, seluruh dunia sangat tegang dan banyak berharap kepada Presiden Amerika Serikat yang ke-35 ini. Soekarno membuat serangan diplomatik baru untuk menyelesaikan masalah Irian Barat sesegera mungkin dengan bantuan dunia. Sejak Sukardjo Wirjopranoto tahun 1960 mewakili Indonesia di PBB, saya berusaha keras memikirkan suatu cara untuk melupakan ‘pemikiran lama’ Den Haag dan menggantinya dengan ‘pemikiran baru’. Di samping Emile van Konijnenburg (KLM) sekarang si ‘doyen’ dari pers Belanda, dr. M. van Blankenstein, secara intensif juga mulai mencari pemecahan yang dapat diterima semua pihak. Diberitakan bahwa Menteri Luns akan mengadakan | |
[pagina 112]
| |
kunjungan perkenalan kepada JFK tanggal 16 April 1961, sedangkan tanggal 24 April Presiden Soekarno akan mengadakan kunjungan kehormatan dan sekaligus kunjungan resmi kepada JFK. Tidaklah sukar untuk menyusun pergelaran dengan partitur-partitur yang akan dimainkan oleh Luns dan Soekarno. Saya memutuskan akan bertindak. Presiden Kennedy telah menunjuk Profesor Walt Rostow sebagai penasihat pribadinya. Kebetulan saya mengenal pria ini. Tanggal 23 Juli 1960 saya berceramah di suatu pertemuan musim semi bagi mahasiswa Institute for World Affairs di Twin Lake, Salisbury, Connecticut. Sebelumnya, hari itu juga, Profesor Rostow telah berceramah di hadapan anak-anak muda tersebut. Agaknya mereka lebih sepakat dengan saya, dibandingkan cara pendekatan masalah dunia yang dikemuka-kan Rostow. Atas desakan para mahasiswa, malam itu diselenggarakan debat terbuka di antara Rostow dengan saya. Debatnya berjalan panas. Saya puas karena remaja Amerika ada di belakang saya. Oleh satu dan lain hal, dengan demikian saya mengenal pengikut dekat JFK (Jhon F. Kennedy) yang baru ditunjuk itu. Saya meneleponnya dan saya katakan bahwa ada hal yang sangat penting yang ingin saya bicarakan dengannya. Dalam hal ini orang Amerika bersikap sportif. Kalah dalam debat tidak berbuntut dendam seumur hidup, seperti di Den Haag. Ia bersedia menemui saya untuk berbicara empat mata tanggal 5 April 1961 di ruang kerjanya di salah satu bagian Gedung Putih. Pada saat itu, telah tiga tahun lamanya saya menjadi | |
[pagina 113]
| |
pelarian politik dari rezim Drees-Luns dengan pendapat yang sangat berlawanan mengenai masalah Irian Barat. Saya tinggal di Long Island, dan untuk hal yang menyangkut Belanda, saya telah dibungkam oleh negara untuk selamanya, sementara saya sangat yakin bahwa lambat laun masalahnya perlu ditangani segera. Kekuatan militer di Indonesia terus mendesak, terutama karena ada bantuan dari Kremlin. Di Jakarta telah mulai muncul berbagai pendapat masyarakat, yang cepat atau lambat akan berbalik menjadi perang peluru panas. Jelaslah sudah bahwa hanya Washingtonlah yang mampu memaksa pihak-pihak yang bersengketa itu untuk duduk satu meja, dan sudah tiba saatnya untuk segera mengakhiri permainan tunggal yang tak terkendali dari si Luns di kalangan dalam. Bahwa Drees dan teman-temannya selama bertahun-tahun telah terperangkap dalam kebohongan si Menteri Urusan Luar Negeri itu sampai saat itu pun keadaannya masih demikian, namun waktunya tidak akan lama lagi bahwa akan banyak korban yang jatuh dan mati sia-sia. Menurut saya, segala pendapat hanya berharga apabila mereka dibangun dari ramuan informasi yang objektif dengan rentang yang sangat luas. Washington memiliki tim penyusun kebijakan yang segar. Selama ini mereka telah dibisiki oleh dubes dr. J.H. van Roijen, yang selama bertahun-tahun menjadi juru bicara si Luns. Pak dubes ini akhirnya tidak sepakat dengan menterinya, tetapi ia tidak berani membuka mulutnya demi kepentingan negerinya. Bukankah semboyan yang dipegang di ‘Bukit Monyet’ di Den Haag adalah Right or wrong my country? Jadi yang penting adalah menjelaskan | |
[pagina 114]
| |
kepada Washington berbagai hal yang benar-benar berlangsung sekitar masalah Irian Barat Pukul 10:00 pagi itu saya menyerahkan memorandum 12 halaman kepada Profesor Rostow. Saya juga menggambarkan perkembangan yang paling mutakhir dilihat dari sudut semakin berkembangnya pengaruh komunis di Indonesia akibat kengototan kabinet De-Quay, dengan Luns sebagai Menlu, yang menolak memecahkan masalah dan konflik yang berkepanjangan ini. Saya berupaya menjelaskan sejelas mungkin, bahwa masalah Papua ini sudah akan meledak. Selanjutnya saya juga bercerita mengenai keberadaan kelompok dr. Paul Rijkens. Saya menyarankan agar Gedung Putih berkenan mengundang Pangeran Bemhard yang menjadi pelindung kelompok tersebut untuk menjelaskan lebih lanjut bahwa Belanda harus menyingkir dari Biak, dan sesegera mungkin pula. Bila tanggal 16 April tuan Luns datang untuk kunjungan perkenalan, maka JFK harus menegaskan bahwa ia harus melepaskan kendalinya atas Irian Barat. Tahun 1949, tekanan Amerika yang mengancam akan menarik kembali bantuan Marshall ke Belanda telah berhasil mencegah pecahnya perang di Indonesia. Jadi, masalahnya ialah meyakinkan Presiden Kennedy, dan siapa lagi orang yang paling tepat kalau bukan Pangeran Bernhard? Bahwa Amerika Serikat untuk kedua kalinya melepaskan Belanda dari kesulitan besar, ini terjadi akibat perbuatan Den Haag sendiri. Tanggal 16 April Luns tiba di Gedung Putih tanpa prasangka sedikit pun. Ia pun kemudian berhadapan dengan Presiden Amerika yang sudah mendapat banyak informasi, | |
[pagina 115]
| |
yang diberikan oleh Walt Rostow setelah kunjungan saya. Tak lama kemudian Pangeran Bemhard datang bertamu juga untuk menjual habis semua kebijakan bobrok si Luns dan konco-konconya yang membuat negerinya bangkrut. Bukan Den Haag namanya kalau informasi mengenai peristiwa di ibu kota Amerika ini sebagian besar masih tersimpan sebagai rahasia sampai 34 tahun sesudahnya. Tanggal 10 November 1992 Harry van Wijnen membuka tabir itu sedikit dengan menampilkan sebuah telegram rahasia dari Presiden Kennedy kepada Ratu Juliana di halaman sampul depan NRC Handelsblad. Kennedy mengakhiri pesannya kepada Yang Mulia dengan: with warm personal regards to you and to prince Bernhard whose thoughtful comments on this difficult issue (Nieuw-Guinea) w e re helpful to me at an impor-tant moment. GEHEIMGa naar voetnoot1., tertanggal 14 September 1962. Saya merasa ini kewajiban saya untuk menjelaskan lebih lanjut latar belakang kalimat terakhir dari telegram JFK kepada Juliana dengan menulis di de Groene Amsterdammer terbitan 18 November 1992 tentang peran penting Pangeran Bernhard dalam mencegah Perang Dunia Ketiga dengan Soekarno secara singkat. Saya kirimkan naskah saya kepada Pangeran Bemhard, dan dalam waktu 48 jam saya sudah menerima ucapan terima kasih dari Istana Soestdijk. Tetapi saya tidak mau melompat terlalu jauh ke depan dan marilah kita kembali ke apa yang terjadi setelah 5 April 1960 itu. Saya naik taksi dari Gedung Putih ke Kedutaan Indone- | |
[pagina 116]
| |
sia. Presiden Soekarno telah memindahkan dr. Zairin Zain ke Washington terutama untuk menempatkan salah satu dari diplomatnya yang unggulGa naar voetnoot2. di ibu kota Amerika Serikat untuk menangani hal yang menjadi masalah Indonesia ini. Zain adalah senjata rahasia Bung Karno, senjata pamungkas dalam serangan diplomatiknya yang terakhir untuk menyelesaikan masalah Papua secara damai senyampang (kebetulan) ada seorang presiden baru bercokol di Washington. Zairin Zain datang lambat dari Jerman Barat, rupanya ia menggunakan kapal laut, yaitu tanggal 27 Maret 1960. Ia sedang sibuk bersowan ke pemerintah, ke kongres, dan ke corps diplomatique. Saya ceritakan kepadanya ihwal kunjungan saya kepada Rostow dan saran saya agar tidak mendengarkan si Luns, tetapi Pangeran Bernhard. Komentarnya yang pertama ialah ‘Public relationsfirst class, Wim.’ Ia membawa saya ke tempat kediamannya di Tilden Street agar kami bisa bercakap-cakap dengan tenang. ‘Den Haag tidak saja telah berjuang dengan sia-sia,’ katanya, tetapi juga telah menipu rakyat Belanda selain Papua sendiri. Kebijakannya mengenai Irian adalah kemunafikan besar. Di sini Anda bisa melihat bahwa suatu negara kecil dapat menjadi benar-benar kecil. Di Den Haag orang tidak boleh menganggap bahwa segala sesuatu di antara kedua negara kita telah hancur. Belanda telah menerakan capnya di dalam sejarah Indonesia. Bukankah cap itu yang menjadi inti | |
[pagina 117]
| |
hubungan di antara kedua negara kita? Kita, orang Indonesia, sangat merasakan hal ini. Apa yang terjadi saat ini adalah keadaan yang menyakitkan. Saya merasakan tenggorokan saya tersekat apabila memikirkan segala sesuatu yang terjadi sekarang. Belanda sangat sibuk dengan upayanya menghapuskan perasaan yang ada di pihaknya secara bersistem. Ingat saja betapa dalamnya rasa haru yang ada pada Bung Karno, keinginannya yang dalam untuk dapat berkunjung ke Belanda. Baik disadari maupun tidak, kita juga berkeinginan sama. Dikatakan bahwa orang Belanda tidak dapat atau muak melihat Soekarno. Tetapi Soekarno dalam hal ini bukanlah hal yang penting. Bagi mereka hal ini berkisar kepada lambang. Apa yang kita perbincangkan adalah kepentingan dari hubungan di antara kedua negara.’ Pak dubes melanjutkan, ‘Indonesia berada dalam proses perbaikan moral. Kami berupaya mencapai keseimbangan. Seperti orang buta, kami mencari-cari jalan, tetapi kami telah dihakimi sebelumnya. Di mana orang-orang di Den Haag itu, yang katanya beretika dan bermotif menjunjung nilai kekristenan? Bahkan penjahat dan orang tahanan mendapat perlakuan lebih baik daripada kita.’ Dengan pandangan ke masa depan, tiga puluh lima tahun yang lalu, ia berkata, ‘Suatu hari nanti akan ada orang yang menulis hal yang benar tentang Bung Karno, jadi, sebagai pribadi yang cerdas, dinamis, seperti yang dibicarakan orang sekarang di sini mengenai John F. Kennedy. Bung Karno mencari jalan agar kita, dengan kekuatan kita sendiri dapat mencapai jalan yang lurus ke arah yang kita inginkan. Hal ini | |
[pagina 118]
| |
seperti yang telah dilakukannya dalam bidang seni, atau dengan upayanya mengasrikan kebun raya di Bogor, dengan bangunan baru dan arsitekturnya, atau seperti anjurannya menghidupkan kembali budaya dasar kita, bahkan juga dalam bidang olah raga dengan prakarsanya menyelenggarakan Asian Games. Ia ada di depan kita dalam mengembalikan rasa percaya diri kita, suatu perasaan yang masih harus kita menangkan. Semua itu adalah aspek pada dirinya yang tidak semua orang bisa melihatnya, alih-alih mengakuinya. Media Barat hanya melihat semua yang dilakukan Bung Karno itu sebagai hal yang negatif dan merusak. Unsur-unsur yang kuat, yang membangun kepribadiannya, tidak dikenal orang dan orang juga tidak mau tahu. Baru di belakang hari, dari sejarah orang akan dapat menghargai Soekarno dan dapat memahaminya lebih baik. Pihak Barat bahkan tidak mau menerima ia sebagai nation builderGa naar voetnoot3.. Kami bersantap siang di tempat kediamannya itu, yang juga dihadiri oleh Profesor Zain, ayah pak dubes yang sudah lanjut usianya. Orang tua ini bercerita tentang masa kanak-kanaknya di Hindia Belanda bahwa ia pernah bersekolah di sekolah-picisan Zaman kolonial. Dalam perjalanan kembali ke kedutaan di Massachusetts Avenue, dr. Zain masih mengemukakan ramalannya, yang ternyata terjadi kemudian. ‘Anda sama sekali tidak boleh berharap akan mendapat ucapan terima kasih dari Indonesia untuk | |
[pagina 119]
| |
semua yang telah Anda lakukan. Di antara kita akan ada sejumlah orang, seperti halnya dengan presiden, yang tahu dan sadar akan peranan Anda bagi pemulihan hubungan dan pencegahan peperangan baru. Tetapi lihat saja nanti, justru orang-orang yang salah yang akan berkuasa dan Anda terlewatkan begitu saja.’ |
|